Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno
JAKARTA | KABARPARLEMEN.COM — Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno melihat momentum besar dari pernyataan Presiden Prabowo Subianto dalam peresmian proyek-proyek energi terbarukan di Cepu, Kamis (26/6).
Bagi politisi senior PAN ini, pidato presiden bukan sekadar seremoni — tapi sinyal tegas bahwa Indonesia mulai meninggalkan era ketergantungan energi impor menuju energy sovereignty.
“Bayangkan, kita masih impor 1 juta barel minyak per hari, LPG, solar, bahkan minyak tanah. Padahal kita kaya sumber EBT. Ini paradoks yang harus kita akhiri,” kata Eddy dalam keterangan persnya yang diterima Kabarparlemen.com (30/6).
Bagi Eddy, peralihan menuju energi baru dan terbarukan (EBT) adalah lebih dari sekadar kebijakan lingkungan — ini adalah arsitektur ekonomi masa depan Indonesia.
Ia menekankan bahwa pengembangan EBT akan menjadi tulang punggung baru perekonomian nasional, membuka peluang investasi, menyerap tenaga kerja, dan mendorong transfer teknologi secara masif.
“Transisi energi akan mendatangkan industri-industri yang memang wajib menggunakan energi hijau — seperti data center, industri pakaian olahraga, dan ekspor berbasis sustainability,” jelas Eddy, yang juga Waketum PAN dan doktor Ilmu Politik dari Universitas Indonesia.
Ekonomi Karbon
Lebih jauh, Eddy memproyeksikan bahwa pengembangan EBT akan melahirkan carbon economy — sebuah ekosistem ekonomi baru berbasis perdagangan kredit karbon. Dalam logikanya, Indonesia dengan kekayaan hutan tropis, lahan gambut, dan infrastruktur EBT bisa menjadi eksportir utama sertifikat karbon ke negara-negara maju dan perusahaan global.
“Indonesia berpotensi jadi carbon superpower. Ini bisa jadi sumber pendapatan negara yang sangat signifikan. Tapi kita harus bergerak cepat,” tegasnya.
Arah Strategis: Swasembada Energi untuk Ketahanan Nasional
Eddy menutup pernyataannya dengan seruan kepada seluruh pemangku kepentingan — dari pemerintah pusat hingga pelaku usaha — untuk mempercepat langkah transisi energi. Bagi dia, kedaulatan energi bukan sekadar urusan ekonomi, tapi soal ketahanan nasional dan posisi strategis Indonesia di pentas global.
“Kemandirian energi akan menjadi fondasi pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Ini bukan pilihan — ini keniscayaan,” tutupnya (Wan)