JAKARTA, KABARPARLEMEN.COM- Anggota Komisi VI DPR RI Nevi Zuairina menyampaikan catatan terkait penyaluran Banpres Produktif Usaha Mikro (BPUM).
Menurutnya, BPUMN sangat baik karena telah terbukti selama satu tahun ini mampu membangkitkan pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).
Namun ia memberikan beberapa catatan berkaitan dengan penggunaan uang negara untuk masyarakat ini.
Berdasarkan laporan evaluasi BPUM 2020, politisi PKS ini menyampaikan, ada 44,8 persen UMKM yang kapasitas dan kinerja meningkat, serta 51,5 persen UMKM usahanya kembali beroperasi.
Ia meminta agar anggaran besar yang mencapai triliunan ini, jangan sampai hanya sekedar seremoni tanpa ada substansi.
“Penerima manfaat BPUM harus tepat sasaran. Ada 12 juta penerima BPUM 2020. Pemerintah harus memiliki data yang kuat dan memastikan Validasinya pada penerima bantuan. Ini sangat penting agar penerima manfaat bantuan dari pemerintah benar-benar tepat sasaran,”ujar Nevi dalam keterangan persnya di Jakarta (25/1/2021).
Ia mengingatkan jangan sampai bantuan tersebut dimanfaatkan oleh pihak tertentu karena adanya persoalan data yang tidak tepat.
Dikatakannya, bantuan tersebut merupakan insentif yang akan diberikan kepada 12 juta pelaku usaha mikro, dengan nilai bantuan sebesar Rp 2,4 juta per penerima manfaat.
Dikatakan Komisi VI telah membuat keputusan bahwa Komisi VI DPR RI mendukung usulan Kementerian Koperasi dan UKM untuk melaksanakan Program BPUM Tahun 2021 sebesar Rp 28,8 triliun yang diperuntukan bagi 12 juta pelaku usaha mikro dengan perbaikan sistem pelayanan agar lebih mudah dan tepat sasaran.
“Kami di DPR sangat meminta dengan tegas agar Kementerian Koperasi dan UKM dapat merealisasikan pelaksanaan anggaran secara transparan, tepat sasaran dan tepat guna sesuai dengan prinsip Good Governance dan peraturan perundang-undangan yang berlaku,”imbuhnya.
Nevi menambahkan pemerintah, ketepatan sasaran pada penyaluran BPUM ini tidak mudah. Selain persoalan data yang perlu validasi terus menerus, juga pada persolan proses penyalurannya. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2018 ada sebanyak 64.199.606 unit pelaku usaha di Indonesia.
Ia melanjutkan, dari total pelaku usaha tersebut jumlah UMKM yang ada sebesar 99,99 persen jauh lebih besar dibandingkan dengan jumlah pelaku Usaha Besar yang hanya 0,001 persen.
Namun sayangnya sebagian besar pelaku UMKM masih belum mengakses layanan perbankan dan lembaga pembiayaan formal lainnya, hanya ada sekitar 20 persen dari total pelaku UMKM yang sudah familiar terhadap perbankan.
Dengan kecilnya pelaku UMKM yang familiar terhadap perbankan, sambung Nevi, menunjukkan hanya 20 persen saja data yang dipastikan valid karena perbankan terbiasa melakukan pendataan dengan ketat.
Nevi menegaskan setuju BPUM ini diteruskan. Namun sinergi dengan program Kementrian Koperasi dan UKM harus berjalan secara harmonis.
Ia berharap tidak ada kebocoran sekecil apapun penyaluran BPUM ini. Sangat penting efisiensi uang negara ini agar sampai pada yang berhak. Pengawasan dan ketegasan harus menyertai program ini dengan memperketat proses seleksi dan verifikasi.
“Monitoring dan evaluasi juga mesti berjalan baik. Dan yang paling penting, semakin cepat program ini berjalan akan semakin baik,” pungkasnya (Wan)