JAKARTA, KABARPARLEMEN.COM- Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI untuk meneruskan pembahasan sejumlah Rancangan Undang-Undang Kontroversial di tengah pandemi Covid-19 mendapatkan respon penolakan dari warganet.
Hingga hari ini lebih dari 60 ribu tanda tangan terkumpul lewat petisi-petisi di laman Change.org meminta agar wakil rakyat di Senayan menunda pembahasan RUU yang dinilai kontroversial.
RUU kontroversial yang dimaksud antara lain RUU Cipta Kerja atau Omnibus Law, RUU KUHP, RUU Pemasyarakatan, RUU tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, dan RUU Mahkamah Konstitusi.
Sedikitnya ada 16 petisi-petisi terkait RUU kontroversial tersebut dapat dilihat dalam movement page atau laman gerakan bertajuk “Jangan Dibahas Dulu”.
Change.org mengumpulkan petisi-petisi tersebut dalam laman yang dapat diakses di www.jangandibahasdulu. changeindonesia.org
Petisi-petisi tersebut digagas oleh individu maupun organisasi masyarakat sipil yang khawatir terhadap kondisi saat ini. Mereka mempertanyakan dan mengkritisi prioritas DPR RI yang sibuk membahas Rancangan Undang-Undang kontroversial di tengah pandemi.
Ada petisi yang digagas oleh Komite Nasional Pembaruan Agraria (KNPA) meminta untuk menghentikan pembahasan Omnibus Law dan rencana obral tanah. Saat ini petisinya telah didukung lebih dari 25 ribu tanda tangan.
Meskipun pemerintah dan DPR pekan lalu sudah menunda pembahasan klaster ketenagakerjaan pada RUU Cipta Kerja, KNPA melihat bukan hanya buruh yang terancam lewat RUU ini. Tetapi juga termasuk petani, nelayan dan masyarakat adat akan dirugikan kalau RUU ini disahkan.
“RUU Cipta Kerja ini sungguh berbahaya, memberangus sendi-sendi ekonomi kerakyatan yang masih tersisa melalui obral-obral izin dan tanah bagi kepentingan bisnis dan investasi besar. Apa gunanya kita mendapat pekerjaan sementara tanah dan air kita dirampas, lalu kita menjadi buruh-buruh yang bisa diupah murah? ujar Benni Wijaya Kepala Departemen Kampanye dan Manajemen Pengetahuan KPA
Petisi lainnya digagas oleh KoDe Inisiatif yang berjudul “DPR, Stop Bahas RUU Kontroversial di Tengah Wabah Corona”. KoDe Inisiatif menilai DPR punya banyak PR lain yang harus dikerjakan, seperti masalah PHK pekerja akibat karantina wilayah, akses tes yang terbatas, dan perlengkapan APD yang minim.
“Di masa darurat penanganan pandemi Covid-19, fokus dan orientasi penyelenggara negara, yaitu DPR dan pemerintah, harus ditujukan sepenuhnya untuk keselamatan masyarakat, bukan mencuri-curi kesempatan dan melakukan akrobat politik untuk membahas dan menggolkan RUU yang penuh kontroversi di mata publik dan tidak ditujukan untuk kepentingan umum. Ini adalah amanat UUD 1945 yang harus terus jadi pedoman DPR dan pemerintah, demi “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia”, dalam konteks ini, melindungi masyarakat dari wabah Covid-19 serta imbasnya” ujar Violla Reininda. Koordinator Bidang Konstitusi dan Ketatanegaraan Kode Inisiatif
Petisi lainnya digagas oleh Uli Siagian, Direktur Genesis Bengkulu, yang menolak pembahasan Omnibus Law karena menurutnya RUU ini hanya akan menguntungkan investor tetapi merugikan masyarakat lokal dan lingkungan hidup.
Menurut Uli Siagan, Omnibus law Cipta Kerja ini adalah legislasi yang berwatak eksploitatif dan berwajah neolib. Dimana keselamatan rakyat baik itu nelayan, petani, buruh, masyarakat miskin kota, masyarakat adat, perempuan dan laki-laki serta ruang hidup kita tidak dianggap lebih penting dari soal ekonomi. Ekonomi yang berbasis ekstraksi alam untuk pemenuhan pasar global.
“Omnibus Cipta Kerja ini akan menghantarkan kita lebih cepat pada pintu krisis, baik itu krisis ekologi, krisis iklim, dan krisis pangan. Mana mungkin ekonomi yang baik itu bisa tumbuh di lingkungan yang hancur,”pungkasnya (Wan)