Dradjad Ingatkan Covid-19 Kini Jadi Ancaman Hankam Nasional

DPR Kabar Parlemen Komisi XI Terkini Virus Corona

Dradjad Hari Wibowo (foto:Dok Ist)

JAKARTA, KABARPARLEMEN.COM – Tanpa wabah coronavirus (covid-19), pertumbuhan ekonomi Indonesia 2020 banyak diyakini akan melambat di bawah 5%. Sebagian besar ekonom yakin target pertumbuhan 5,3% dalam APBN 2020 akan meleset.
“Dengan wabah covid-19, jelas ekonomi makin melambat lagi,” ujar Dradjad Hari Wibowo ekonom senior Indef, dalam pernyataannya Kamis (20/0)
Dradjad mengatakan, negara tetangga seperti Singapore sudah memangkas proyeksi pertumbuhannya dari 1,5% dengan selang 0,5-2,5%, menjadi 0,5% dengan selang -0,5 s/d 1,5%. Ha ini merupakan pemangkasan yang sangat signifikan.  Karena mencapai 2/3 dari proyeksi awal. 
“Lebih signifikan lagi, Singapore memasukkan resesi ke dalam skenarionya,” ujat Lektor Kepala Perbanas Institute ini.
Lalu bagaimana dengan Indonesia? 
Menurut Dradjad, hingga kini pemerintah belum tampak melakukan revisi asumsi APBN 2020. Padahal revisi ini perlu dilakukan, karena asumsi pertumbuhan APBN diyakini bakal meleset.
Kata Dradjad, Indonesia memang sama sekali tidak terkena wabah covid-19. Namun yang perlu di ingat Indonesia sangat potensu terkena dampak langsung melalui perdagangan dengan China. 
Sebagai catatan, hingga september 2019, impor Indonesia dari China sktr USD 32,3 milyar, dng ekspor USD 18,4 milyar. Nilai tahunannya sekitar USD 43-45 milyar impor dan USD 23-25 milyar ekspor. Defisitnya sktr USD 20-22 milyar. 
“Yang kita impor antara lain mesin-mesin, pesawat mekanik, kendaraan, spare parts, plastik, barang dari plastik, besi,  baja dan benda-benda dari besi baja, perabotan dan penerangan rumah, mesin dan peralatan listrik, bahan kimia hingga tekstil dan produk tekstil (pakaian jadi dll),” ujar mantan anggota Dewan dari FPAN ini.
Lebih lanjut Dradjad mengingatkan, bahwa kebijakan karantina dan peliburan pegawai, maka menyebabkan pabrik-pabrik di China tutup selama berminggu-minggu.  Sehingga hal ini jelas mempengaruhi kemampuan produksi di China bahkan terhenti, sehingga mengganggu rantai supply ke seluruh dunia termasuk Indonesia. 
“Efeknya, barang-barang impor deri China menjadi langka dan harganya pun mahal. Jelas ini akan mengganggu produksi Industri nasional. Inflasi pun akan naik sementara daya beli konsumen terganggu karena harga jadi mahal. Pasar Tanah Abang, misalnya, bisa ikut terdampak,” ujarnya. 
Lalu dari sisi ekspor, kata Dradjad, Indonesia menjual ke China beragam produk mentah, primer dan industri seperti karet, barang dari karet, tembaga, kayu dan barang dari kayu, ikan, udang, kapas, lemak dan minyak nabati hingga alas kaki, plastik dan barang plastik, bijh, kerak dan abu logam, pulp, kertas dan karton, bahan dan produk kimia dsb.
Karena ekonomi China anjlok, maka permintaan terhadap barang-barang di atas juga anjlok. Sehingga dari petani hingga industri besar bakal terdampak. 
“ Itu dampak langsung melalui perdagangan. Belum lagi melalui pariwisata dan investasi,” tegaasnya.
Bagaimana jika Indonesia ikut terkena wabah? 
Yang jelas, kata Daradjad, BPJS bakal semakin besar defisitnya. Produksi dan konsumsi semakin terpukul karena karantina sangat merusak lalu lintas barang dan orang. Pariwisata domestik terpukul. Belanja pemerintah dan aktifitas pembangunan bakal terganggu. Di sisi lain, kapasitas rumah sakit terbatas sementara keuangannya terganggu tunggakan BPJS. Sekarang saja masker sudah langka dan mahal. 
Bagaimana dengan kondisi obat-obatan, perlengkapan medis dan tempat tidur rumah sakit jika Indonesia terkena wabah? 
“Jelas akan sangat berat dampaknya,” tegas Wanhor PAN.
Meski demkian, menurut Dradjad, saat ini semua negara di luar China masih memakai skenario tidak terkena wabah. Singapore yang menjadi negara dengan jumlah kasus terbesar di luar China juga masih memakai skenario tidak terkena wabah.
Jadi, dengan asumsi Indonesia tidak terkena wabah, yang realistis proyeksi pertumbuhan adalah 4,3 – 4,8%.
Atas kondisi seperti itu, Dradjad berpadangan, bahwa secara intelijen dan keamanan, wabah covid-19 dari China ini sudah menjadi ancaman terhada hankam nasional. Jadi pemerintah perlu memperkuat semua lini pertahanan, khususnya sektor kesehatan dan rumah sakit, agar Indonesia tidak terkena wabah. Kalau kasus sporadis memang tidak bisa dihindarkan. Tapi kampanye cuci tangan, menjaga kebersihan dan sebagainya perlu digencarkan. Rumah sakit perlu dibantu agar alkes nya tercukupi. Jangan malah terbebani tunggakan BPJS. Tujuannya agar jangan sampai Indonesia terkena wabah.
Menurut Dradjad, Pemerintah juga perlu mengambil kebijakan kongkret untuk meminimalisasi dampak wabah covid-19 di China. Salah satunya adalah melalui revisi APBN 2020 agar asumsi dan posturnya kredibel. Bagaimana pelaku usaha percaya pemerintah bisa memberi insentif fiskal dan sebagainya jika mereka malah meyakini penerimaan APBN bakal jeblok lagi?
“ Pemerintah perlu fokus pada instrumen yang memang di bawah kendali pemerintah dan efektif. Misalnya melalui belanja APBN yang bisa menopang pertumbuhan konsumsi rumah tangga,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *