JAKARTA, KABARPARLEMEN.COM- Regulasi keamanan laut perlu diintegrasikan, sehingga
penanganan pengamanan laut di Indonesia tidak tumpang tindih.
Hal ini
disampaikan Anggota Komisi I DPR RI Bobby Adhityo
Rizaldi mendukung merespon gagasan pemerintah untuk merealisasikan Omnibus Law tentang Pengamanan Laut.
Menurutnya, Pemerintah perlu memberikan
titik terang terkait otoritas yang berwenang dalam penanganan pengamanan
laut Indonesia. “Dengan adanya kasus di perairan Natuna Utara ini, kita
harus memikirkan kembali siapa yang ditunjuk pemerintah sebagai Coast Guard,” kata Bobby seperti dikutip dari laman resmi DPR-RI.
Politisi Partai Golkar itu menyebutkan,
saat ini terdapat 17 Undang-Undang (UU) yang relevan tentang kelautan.
Sementara, ada 2 UU yang secara bersamaan mengatur mengenai penjaga
pantai (coast guard). UU tersebut adalah UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran dan UU Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan.
Diketahui, UU Pelayaran menghadirkan
Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai Indonesia (KPLP) di bawah koordinasi
Kementerian Perhubungan, sedangkan Coast Guard Badan Keamanan
Laut (Bakamla) di bawah UU Kelautan. Kedua lembaga tersebut ditugasi
mengatur keamanan laut, namun belum terkoordinasi.
“Secara infrastruktur KPLP itu memiliki
jumlah kapal yang lebih banyak dan markas logistik serta kewenangan
utamanya sebagai penegakkan hukum. Bakamla, kapalnya lebih besar tapi
tidak memiliki kewenangan hukum. Jadi dua-duanya ini harus saling
mengisi,” terang legislator daerah pemilihan (dapil) Sumatera Selatan II
itu.
Khusus untuk menghadapi coast guard
China yang berkeliaran di ZEE Indonesia, menurutnya Pemerintah perlu
mensiasati dengan adanya regulasi tunggal yang mengatur keamanan laut.
“Ini kan siasat Tiongkok. Dia (RRT) melapisi bahwa penegak hukumnya itu
sipil tetapi sebenarnya posturnya adalah para militer. Nah, ini yang
harus disikapi pemerintah dengan mengkordinasikan kedua UU tersebut,”
tandasnya. (ann/dpr/kp)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar