Kepala Biro Persidangan II Sekterariat Jenderal (Setjen) dan Badan Keahlian (BK) DPR RI Cholidah Indrayana saat menerima kunjungan DPRD Kabupaten Jembrana, Bali, Jumat (10/1/2020). Foto : Andri
JAKARTA, KABARPARLEMEN.COM- Kepala Biro Persidangan II Sekterariat
Jenderal (Setjen) dan Badan Keahlian (BK) DPR RI Cholidah Indrayana
mengatakan sejatinya DPR RI berbeda dengan DPRD yang ada di daerah di
seluruh Indonesia. Meski demikian ada beberapa sistem dan proses yang
kurang lebih sama dan bisa dijadikan gambaran atau pelajaran untuk
masing-masing.
“DPR RI dann DPRD sejatinya memang tidak
sama. Sebut saja dalam hal anggaran, DPR RI memiliki anggaran sendiri
atau mandiri, sedangkan DPRD ikut ditentukan oleh Pemerintah Daerah dan
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Begitupun dalam pembuatan produk
hukum, undang-undang atau peraturan,” jelas Iin, sapaan akrabnya, usai
menerima kunjungan DPRD Kabupaten Jembrana, Bali, Jumat (10/1/2020).
Ia mencontohkan pembuatan undang-undang,
DPR RI membahas secara mandiri bersama dengan pemerintah. Sementara
peraturan daerah (perda) dan tata tertib yang dibuat di DPRD bersama
pemerintah daerah (Pemda), tetap harus dikosultasikan dengan Kemendagri.
“Bahkan Kemendagri bisa membatalkan Perda yang dinilainya tidak sesuai
tersebut,” lanjut Iin.
Dalam kesempatan itu, Iin, yang didampingi
oleh Kepala Bagian sekretariat Badan Legislasi (Baleg) DPR RI,
Widiharto, menjelaskan tentang Program Legislasi Nasional (Prolegnas)
dan Omnibus Law yang dipertanyakan oleh beberapa anggota DPRD Jembrana.
Dijelaskan Iin bahwa Prolegnas lima tahun
sudah ditentukan dan disahkan DPR RI melalui sidang Paripurna. Namun
Prolegnas Prioritas khusus untuk tahun 2020 belum ditentukan. Hal ini
juga terkait dengan rencana Omnibus Law yang disebutkan oleh
Presiden Joko widodo sebelumnya, yang nantinya menggabungkan, atau
menyederhanakan beberapa undang-undang yang ada.
“Tadi juga mereka (DPRD Jembrana)
mempertanyakan terkait penjadwalan. Mereka ingin seperti di DPR RI ada
rapat pengganti Bamus. Tujuannya untuk membahas perubahan-perubahan
aturan yang ada. Mereka berharap rapat pengganti Bamus tersebut bisa
dicantumkan dalam tatib (tata tertib). Mereka juga mempertanyakan,
apakah bisa perubahan tatib dilakukan dalam waktu 3 bulan. Karena
sebagian besar anggota DPRD Jembrana merupakan anggota baru,” ungkapnya.
Dijelaskan Iin, berdasarkan Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata
Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi, Kabupaten/Kota,
Tatib yang baru berlaku di periode sebelumnya tersebut sebaiknya tidak
harus terburu-buru direvisi atau diganti. Mengingat DPR RI saja masih
menggunakan Tatib yang lama.
Sedangkan regulasi atau aturan, sejatinya
disesuaikan dengan kebutuhan daerah, dan yang terpenting tidak melanggar
dan tidak bertentangan dengan undang-undang yang ada di atasnya. Iin
berharap penjelasan yang dipaparkannya tersebut dapat menjadi sebuah
gambaran, pelajaran dan acuan DRPD dalam menjalankan fungsi dan tugasnya
ke depan. (ayu/es/dpr/kp)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar