JAKARTA, KABARPARLEMEN.COM — Wakil Ketua Baleg DPR RI Firman Subagyo optimistis masa sidang DPR RI selama tahun 2016 akan memenuhi target pencapaian legislasi. Pengurangan masa reses dan kunjungan keluar negeri menjadi faktor pendukung.
“Dari 40 Rancangan Undang-Undang (RUU) yang masuk Prolegnas 2016, sebanyak 14 RUU sudah masuk pembahasan tingkat I, 3 RUU tunggu amanat presiden (Ampres), dan 5 RUU sudah harmonisasi. Jadi, dengan pengurangan reses dan kunker itu, pemerintah-kementerian juga melakukan kinerja yang sama,” kata politisi Golkar itu dalam diskusi ‘Pengurangan reses dan kunker, efektifkah?” bersama anggota Komisi I DPR RI FPPP Syaifullah Tamliha, anggota Komisi III DPR RI FPDIP Masinton Pasaribu, dan pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Jakarta, Rachmat Bagdja di Gedung DPR RI Jakarta, Jumat (29/1/2016).
Firman Subagyo menuturkan target legislasi itu akan tercapai minimal 37 RUU. Ketika terdapat RUU yang dapat dirampungkan oleh setiap komisi dari 40 RUU tersebut, maka 1 RUU dari Prolegnas perubahan itu masuk untuk dilakukan pembahasan.
“RUU ini akan menjadi perubahan Prolegnas RUU prioritas Tahun 2016, bila sudah ada RUU Prolegnas Prioritas yang diselesaikan pembahasannya,” ujarnya.
Terobosan tersebut perlu ditempuh dengan banyaknya RUU Prolegnas periode 2015-2019 menjadi 169 RUU. Apalagi sejumlah RUU Prolegnas prioritas 2015 yang tidak rampung menjadi pekerjaan rumah DPR dan pemerintah. Terlebih DPR dan pemerintah menentukan RUU Prolegnas prioritas di bulan ke dua awal tahun 2016 ini. Mestinya, penetapan RUU Prolegnas prioritas ditetapkan di penghujung tahun 2015.
Namun demikian dia optimis dengan penyelesaian RUU Prolegnas prioritas 2016 dapat lebih baik ketimbang tahun sebelumnya. Apalagi dengan berbagai terobosan yang bakal ditempuh demi mewujudkan penyelesaian target di bidang legislasi. Bahkan, suasana di parlemen lebih dinamis ketimbang tahun sebelumnya yang penuh kegaduhan.
Masinton mengakui jika kendala legislasi tersebut bukan saja pada DPR RI, melainkan juga tergantung pemerintah. Selain itu Kesekjenan DPR RI sebagai supporting sistem kinerja DPR RI. Di mana 5 tenaga ahli (TA) anggota DPR RI yang ada selama ini belum difungsikan secara optimal. “Memang DPR tidak mengejar jumlah UU, melainkan juga kualitas UU agar tidak digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) dan apalagi dibatalkan,” tambahnya.
Dengan pengurangan masa reses dan kunjungan kerja ke luar negeri tersebut kata Syaifullah Tamliha, bukan saja agar anggota DPR tidak jalan-jalan ke luar negeri, melainkan harus ada matriks-evaluasi yang jelas dan solutif, agar pengurangan itu efektif untuk mendukung kinerja DPR RI. “Maka, kalau pun ke luar negeri, tugas DPR RI kan antara lain diplomasi, maka harus ada yang disepakti (MoU) agar bermanfaat,” ungkap politisi dari Kalimantan Selatan itu.
Di mana dengan pengurangan masa reses dan kunker tersebut berdampak kepada pengurangan anggaran, yang pasti akan rendah karena menghemat sekitar Rp 139 miliar. Karena itu, Kesekjenan DPR RI diminta membuat menyusun matriks bersama BKSAP, agar anggaran itu bisa dimanfaatkan secara efektif untuk mendukung pembahasan RUU. “Setidaknya kalau uang sedekah anggota DPR itu digunakan untuk membangun gedung di DPR RI jangan lagi diprotes,” tutur Syaifullah.
Selain itu kata Syaifullah, perjalanan di dalam negeri sendiri harus diperbaiki, yaitu tidak berhenti di kota provinsi, melainkan harus sesuai dapil masing-masing. Yaitu, ke kabupoaten dan kota. Sehingga yang dikunjungi oleh anggota dalam setiap kunker itu bukan saja kota provinsi, melainkan seluruh kabupaten dan kota. “Itu bisa diatur oleh Kesekjenan,” pungkasnya.
Sementara itu Rachmat Bagdja menilai yang terpenting harus ada evaluasi dan harmonisasi RUU. ‘Jangan sampai ada RUU yang bertabrakan dengan yang lain dan itu dengan naskah akademik. Selain itu harus didukung supporting sistem. Baik melalui fraksi-fraksi, penegakan kode etik, dan tenaga ahli. Untuk itu penghematan anggaran itu harus digunakan untuk support pembahasan RUU agar target 40 RUU tahun 2016 ini tercapai,” jelasnya.