JAKARTA, KABARPARLEMEN.COM — Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI menolak dan mendesak pemerintah membatalkan proyek kereta api (KA) cepat Jakarta-Bandung yang menelan biaya sekitar Rp 75 triliun. Proyek yang digagas Menteri BUMN Rini Soewarno tersebut dinilai bukan prioritas, tidak sesuai dengan Nawacita, merugikan negara, dan melanggar UU Tata Ruang.
DPD curiga kereta cepat hanya proyek kamuflase yang sejatinya untuk mengakomodasi konglomerat properti yang akan membangun proyek perumahan dan fasilitas lainnya di sekitar jalur kereta.
Itulah aspirasi anggota DPD yang disampaikan Achmad Mawardi (Jatim), Ahmad Muqowwam (Jateng), AM. Fatwa dan Fahira Idris (DKI), Ajiep Padindang (Sulawesi Selatan), H. Ayi Hambali (Jabar), Marhany VP Pua (Sulawesi Utara), Lalu Suhaimi Ismy (NTB) dan lain-lain dalam Paripurna Luar Biasa DPD yang dipimpin Ketua DPD RI Irman Gusman, Wakil Ketua DPD RI Farouk Muhammad, dan GKR Hemas di Gedung DPD RI Jakarta, Jumat (29/1/2016).
Paripurna digelar mendengar jawaban hak bertanya DPD tentang KA cepat terhadap Presiden RI yang diwakili Menteri BUMN Rini Soemarno. Rapat berlangsung cukup panas karena seluruh anggota sepakat menolak proyek KA cepat yang ditangani perusahaan Tiongkok itu.
Menurut Mawardi, dana Rp 75 triliun untuk biaya kereta cepat tetap menjadi beban negara selama 40 tahun ke depan dan akan merugikan negara jika jumlah itu tidak terbayar bila proyek itu merugi. Lagi pula, lanjut Mawardi, China itu kurang kompeten dibanding Jepang, Perancis, German, dan Inggris dalam menangani KA cepat.
“Sebanyak 70% pendapatan akan diperoleh dari tiket penumpang dan sisanya dari pengembangan proyek. Saya pesimistis akan terbayar karena menurut hitungan saya selama 40 tahun itu baru akan menghasilkan Rp 57,6 triliun,” ujarnya.
Selain itu kata Mawardi, pembangunan infrastruktur di luar Jawa lebih penting dibanding KA cepat yang kurang manfaat. “Utang luar negeri RI juga terus bertambah, maka sebaiknya Presiden Jokowi merealisasikan pembangunan infrastruktur di Papua, Sulawesi, Kalimantan, Sumatera, NTT, NTB dan lain-lain,” ujarnya.
Muqowwam menyoroti peralihan dari proyek Jepang ke China. Menurutnya itu telah melanggar dan mengkhianati public private partenership (PPP) dan aturan bisnis to bisnis (B to B). “KA cepat itu tidak tepat, lebih politis, pecitraan. Telah terjadi kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa, maka DPD RI minta proyek KA cepat itu dibatalkan,” katanya.
AM Fatwa juga menyinggung kenapa proyek itu dialihkan ke China? Proyek KA ini juga, kata Fatwa, menimbulkan banyak masalah. Sejatinya bukan KA cepat, tapi justru untuk properti sepanjang jalan yang akan dilalui KA cepat tersebut. “Saya bukan rasis, karena istri kedua saya keturunan China. Tapi, tanpa KA cepat ini hubungan Indonesia sudah baik. Karena itu, saya dukung Presiden Jokowi untuk mencabut Perpres dan batalkan proyek KA ini,” pungkasnya.
Menteri BUMN Rini Soemarno mengatakan memberikan alasan Jepang selalu meminta jaminan pemerintah (APBN) sementara negara tidak memiliki dana. Sementara China sangat siap tanpa APBN. Rini juga memberikan alasan untuk proyek KA cepat luar Jawa akan dimulai pada tahun anggaran 2016 karena penyertaan modal negara (PMN) ditolak oleh DPR.
‘Jadi, semua dilakukan tanpa PMN, maka semuanya juga didukung oleh BUMN. Sedangkan Jepang selalu minta jaminan pemerintah,” jawab Rini.
Menurut Rini, aset BUMN kini mencapai Rp 5.500 triliun. Aset itu ditahan oleh negara karena untuk membangun daerah. APBN akan dikonsentrasikan ke daerah.
“KA cepat ini untuk memberi akses bagi warga Bandung Raya yang kini mencapai 8 juta jiwa. Juga dalam rangka menghadapi MEA sehingga Indonesia harus berkompetisi lebih baik. BUMN harus bekerja secara profesional agar bisa mensejahterakan rakyat. Kalau tidak, silakan BPKP dan BPK mengaudit semua BUMN itu. Kita transparan. Indonesia ini pasar terbesar di dunia, maka harus kuat di dunia,” pungkas Rini.