JAKARTA, KABARPARLEMEN.COM — Pengganti Setya Novanto sebagai Ketua DPR RI, setidaknya ada empat syarat. Yaitu, kader yang masuk nominasi masuk dalam organisasi kepengurusan DPP, perolehan suara di daerah pemilihan, pengalaman kader, dan hak prerogatif Ketua Umum DPP Golkar Aburizal Bakrie (ARB).
Itu dikatakan Wakil Ketua Umum DPP Golkar hasil Munas Bali, Fadel Muhammad, Kamis (17/12) menanggapi rencana pengganti Setya Novanto sebagai Ketua DPR RI.
Dari empat syarat yang dikatakan Fadel, hanya ada tiga kader Partai Golkar yang ada di DPR RI saat ini yang memenuhi syarat yakni Fadel Muhammad, Setya Novanto, dan Ade Komarudin.
“Kalau mengacu empat syarat itu maka ada tiga nama yang dipetakan. Hal itu sudah dibahas dalam Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Golkar terakhir. Waktu pemilihan lalu sudah dipetakan partai. Ada Fadel, Ade dan Setya.”
Namun, saat ‘pemilihan’ posisi Ketua DPR, Aburizal Bakrie selaku Ketua Umum Golkar memilih Novanto. Sedangkan Fadel Muhammad mendapatkan kursi Ketua Komisi XI DPR. “Itu memang hak Ketua Umum DPP Golkar, dan kemarin ARB minta Setya Novanto. Saya tidak apa-apa. Saya senang kemarin dipilih jadi Ketua Komisi XI DPR,” kata dia.
Selain hak prerogatif Ketum Golkar kata Fadel, penentuan kursi pimpinan DPR juga akan dibahas dalam pleno dari tingkat DPP sampai DPD tingkat II. Namun semua harus diputuskan di rapat pleno baik DPP, DPD I dan DPD II. Karena itu sekarang kepastian calon Ketua DPR RI itu ada ditangan Pak Aburizal Bakrie. “Pak ARB yang akan menentukan kapan rapat pleno itu.”
Yang jelas, lanjut Fadel, berbicara calon pengganti Ketua DPR RI itu harus kembali ke aturan. Aturan di DPP dalam menentukan kebijakan pimpinan di DPRD, DPR dan lain-lain, yaitu melalui Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) ke lima. Dalam Rapimnas terakhir, sudah diputuskan bahwa calon pimpinan DPRD, DPR harus memiliki empat syarat tersebut.
Lantas, apakah dirinya siap kalau ditunjuk menjadi Ketua DPR pengganti Novanto? Kata Fadel, bukan siap atau tidak siap, melainkan semuanya harus dikembalikan kepada aturan dan hak prerogatif Ketua Umum Golkar.