JAKARTA, KABARPARLEMEN.COM — Kuasa hukum Ketua DPR RI Setya Novanto, Firman Wijaya, mendatangi Gedung DPR untuk mendiskusikan kasus dugaan pencatutan nama Presiden dan Wapres melalui rekaman yang dikirimkan Menteri ESDM Sudirman Said ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Tim kuasa hukum kini sedang mempelajari dari aspek hukum mengenai rekaman yang dikirimkan Sudirman Said tersebut.
“Kita sebagai penasihat hukum sedang mendalami dan ini penting bagi siapapun, tentang keabsahan alat bukti dan perolehan alat bukti, serta otoritas penggunaan alat bukti yang harus perhatikan UU ITE,” kata Firman Wijaya kepada wartawan di Gedung DPR RI Jakarta, Senin (23/11/2015).
Menurut Firman, pasal 31 dan 32 UU ITE menyebutkan soal pihak-pihak yang mempunyai otoritas untuk melakukan penyadapan atau perekaman. Apakah Presdir PT Freeport Indonesia mempunyai otoritas merekam pembicaraan dengan Novanto pada Juni 2015?
“Dalam UU ITE dilarang bagi mereka yang tak punya wewenang menggunakan cara penyadapan sehingga dijadikan alat bukti, kecuali dibenarkan UU,” ujarnya.
Karena itu Firman berharap, sidang MKD memperhatikan soal keabsahan alat bukti rekaman yang dilaporkan Sudirman Said itu ke MKD nanti. Namun pihaknya belum menentukan langkah hukum yang akan ditempuh soal keabsahan rekaman tersebut.
“Prosedural itu penting, dalam UU harus ada legal activity. Maka, kalau bukti itu tidak legal, maka ada persoalan dalam aspek prosedural, apalagi substansial,” jelas Firman.
Selain Firman Wijaya, Novanto juga telah menunjuk dua pengacara lain untuk masuk ke dalam tim kuasa hukumnya, yakni Rudi Alfonso dan Johnson Panjaitan. Novanto mengaku tengah menyiapkan langkah hukum atas tuduhan yang ditujukan kepada dirinya terkait dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk mendapat saham dari PT Freeport Indonesia.
“Makanya sekarang sedang dikaji dalam waktu satu hari ini. Nanti pada Senin depan sudah ada langkah-langkah hukumnya,” tambah Firman.
Namun demikian dia dan Novanto sendiri belum bisa memastikan apakah langkah hukum itu dilakukan dengan melaporkan Menteri ESDM Sudirman Said atau Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Ma’roef Sjamsoeddin ke polisi.
“Tentu tim saya akan memberikan saran terbaik dalam langkah hukum ini,” kata Firman lagi.