![]() |
Sidang paripurna DPR |
JAKARTA, KABARPARLEMEN.COM-Pemerintah dan DPR berhasil mengesahkan Rancangan Undang-undang tentang APBN 2016 menjadi Undang-undang melalui perdebatan panjang, Jumat malam (30/10).
Namun, di tengah keberhasilan menyusun Undang-undang tersebut, kinerja pemerintah dan DPR dalam soal legislasi sebenarnya sangat jauh dari memuaskan. Padahal, dalam rapat Badan Legislasi (Baleg) antara pemerintah dan DPR pada 20 Oktober silam sudah disepakati bahwa akan ditetapkan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2016 sebelum mengesahkan RAPBN 2016.
Menurut Direktur Advokasi Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Ronald Rofiandri, sesuai dengan ketentuan Pasal 20 ayat (5) UU nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menyatakan bahwa penyusunan dan penetapan Prolegnas prioritas tahun sebagai pelaksanaan Prolegnas jangka menengah dilakukan setiap tahun sebelum penetapan RUU tentang APBN.
“Namun hingga RUU APBN 2016 disahkan pada Jumat (30/10), Baleg belum menggelar rapat kerja dengan Menteri Hukum dan HAM dan Panitia Perancangan Undang-undang (PPUU) DPD. Artinya pada masa sidang lalu Prolegnas prioritas tidak kesampaian ditetapkan sebelum RUU APBN disahkan,” kata Ronald dalam rilis yang diterima Kabarparlemen.com, Minggu (1/11).
Menurut Ronald, beban terbesar penyelesaian Prolegnas Prioritas 2015 ada pada DPR (dengan mengusulkan 27 RUU), sedangkan pemerintah 11 RUU dan DPD satu RUU. “Pihak yang mengusulkan lebih banyak seharusnya punya strategi dan upaya ekstra,” tambah Ronald.
Seperti biasa, soal legislasi di DPR tidak pernah sesuai target. Bahkan banyak RUU yang molor dibahas bahkan sampai tidak dibahas hingga masa bakti anggota dewan berakhir. Menurut Ronald, hal ini bukan semata kesalahan DPR. “Semua pihak berkontribusi terhadap lemahnya kinerja legislasi,” katanya. (Iman Firdaus)