JAKARTA, KABARPARLEMEN.COM – Menteri Koordinator Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli Dirut Pelindo II Rj Lino telah melangar prinsip transparansi dengan tidak melalui tender. Menurutnya, perpanjangan tidak dilakukan dengan tender terbuka sehingga harga optimal atau base value tidak tercapai.
“Sehingga bisa terkena tuntutan post bider claim yang melekat dari peserta tender tahun 1999,” tutur Rizal Ramil di hadapan Pansus Pelindo II di Kompleks parlemen, Jakarta, Kamis (29/10/2015) sore.
Rizal menuturkan Lino juga mengabaikan keputusan Dewan Komisaris PT Pelindo II yang ditandatangani Komisaris Utama Tumpak Hatorangan Panggabean pada tanggal 30 Juli 2015 yang intinya menyatakan pendapat Jamdatun tidak tepat.
“Perpanjangan kontrak menimbulkan potensi kerugian negara dimana harga jual lebih murah dari tahun 1999 dimana upfront payment USD 215 juta + USD 28 juta sedangkan tahun 2015 sekarang hanya USD 215 juta,” ujarnya.
Di tempat terpisah, anggota Pansus Pelindo II DPR RI Masinton Pasaribu menegaskan telah banyak pelanggaran yang dilakukan pengelola pelabuhan tersebut. Pelanggaran itu terkait adminsitrasi, hukum, kewenangan sebagai operator maupun regulator, perjanjian kontrak, pengadaan barang dan jasa, mark up juga korupsi. Pansus Pansus Pelindo II ini dibuat agar ada perbaikan dalam tata kelola BUMN yang lebih baik untuk kepentingan bangsa dan negara.
“Jadi, Pansus Pelindo II ini tidak menarget orang perorang, apalagi hanya sekadar Direktur Utama Pelindo II RJ Lino. Itu terlalu kecil. Pansus akan meneliti semua jenis perjanjian dan izin-izin yang selama ini dilakukan Pelindo yang berpotensi merugikan negara sampai ratusan triliun rupiah,” tegas Masinto dalam dialog kenegaraan “Ada Apa dengan Pelindo II?” bersama Taufiqulhadi (NasDem), Nizar Zahroh (Gerindra), dan peneliti ekonomi INDEF Sugiyono di Gedung DPR RI Jakarta, Kamis (29/10/2015).
Kalau pelanggaran-pelanggaran tersebut terbukti, kata Masinton, Pelindo II jelas melanggar UU No.17/2008 tentang Pelayaran. Seharusnya, antara operator dan regulator itu terpisah satu sama lain. Semuanya, lanjut Masinton sudah terlihat ketika terjadi penggeledahan oleh Bareskrim Polri. Ketika itu RJ Lino langsung menelepon banyak pejabat tinggi negara. Diduga kuat terjadi pelanggaran hukum dan keterlibatan banyak pihak yang berkepentingan dengan Pelindo II.
Dalam penilaian anggota Fraksi PDIP ini, dalam kontrak dengan JICT Hongkong juga terindikasi ada rekayasa yang sistimatis, di mana perpanjangan kontrak itu dilakukan sebelum kontraknya habis pada 2019. Legal opini Jamdatun Kejagung malah dijadikan dasar hukum oleh Pelindo pada Agustus 2014. Padahal sudah terjadi adendum perubahan kontrak itu pada November 2014. “Inilah penyalahgunaan dan penyelundupan hukum oleh Pelindo II. Jadi, opini Jamdatun itu dijadikan pelindung untuk melawan UU No.17/2008,” ujarnya.
Menurut Masinton, Pelindo pun kini memiliki utang Rp 46 triliun dan harus dibayar oleh negara dalam kurun waktu 10 tahun ke depan. “Kalau tidak terbayar maka Pelindo II bisa diserahkan ke JICT Hongkong. “Mereka inilah antek-antek asing dan apa yang disampaikan RJ Lino selama ini merupakan kebohongan. Maka Pansus Pelindo yang mempunyai kerja selama 60 hari ini akan merekomendasikan bukan hanya menarget orang, tapi sistem tata kelola BUMN secara menyeluruh. Rhenald Kasali pun yang membela Pelindo II selama ini ternyata sebagai konsultan dan selalu berbohong. Bahkan saya sering dilaporkan,” pungkasnya.
Menurut Nizar Zahroh setidaknya ada tiga kronologi dalam kasus Pelindo II ini yaitu pengadaan barang dan jasa, pelanggaran UU dan perpanjangan kontrak. Dalam pengadaan mobil crane senilai 77 ribu dolar AS atau Rp 77 miliar terindikasi ada penyalahgunaan wewenang, tidak membayar pajak, dan tidak patuh pada UU. Perpanjangan kontrak itu tidak boleh dilakukan sebelum habis masa kontraknya, dan saham tidak boleh lebih dari 51 persen untuk asing.
“Itulah yang merugikan negara selama ini. Berbeda dengan Pelindo III Surabaya, yang sudah berjalan baik dan memberikan pemasukan besar untuk negara. Karena itu dengan pansus ini kita ingin menasionalisasi dan mengembalikan Pelindo ini kepada ibu pertiwi,” katanya.
Karena itu, Taufiqulhadi berjanji akan mengawal Pansus Pelindo II agar benar-benar menguntungkan untuk negara. “Masak kalah dengan tembakau yang setiap tahunnya memberikan subsidi pada negara sampai Rp 70 triliun. Jadi, apa yang terjadi dengan Pelindo II ini ada yang salah dengan praktek-praktek BUMN selama ini,” tambahnya.
Sugiyono menegaskan jika kerja Pansus ini sejalan dengan semangat Trisakti dan Nawacita Jokowi, karena pelabuhan itu 70 persen pengaruhnya terhadap perekonomian nasional. Namun, terkait perpanjangan kontrak sebelum berakhir 2019, memang ada pasal-pasal yang masih bisa diperdebatkan. “Itulah antara lain yang harus diperbaiki agar tidak terjadi honocoroko, dan menimbulkan perbedaan pendapat,” ungkapnya.
Tapi, kalau disebutkan bahwa jika dikelola sendiri Pelindo II itu penghasilannya akan lebih kecil dibanding asing, maka Pansus harus memeriksa proposal lembaga konsultan yang menjadi partner selama ini seperti Financial Research Institut (FRI), Deutsche Bank (DB) dan Bahana. “Kalau analisis keuangannya dilakukan oleh asing, maka asumsinya harus jelas, dan realistis. Kalau tidak, maka harus dievaluasi,” tuturnya.
Indonesia, kata Sugiyono, mampu mengelola sendiri dan itu sudah dibuktikan oleh BJ. Habibie dengan teknologi pesawat terbangnya. Dan proyek itu macet hanya karena modal. “Jadi, kita harus memakai analisis ekonomi yang realistis agar kita diperhitungkan oleh dunia,” pungkasnya.