Komisi VII Desak Menteri ESDM Cabut Perpanjangan Kontrak Freeport

Fraksi Gerindra Freeport Headline Kardaya Wanika Komisi VII Menteri ESDM Terkini

JAKARTA, KABARPARLEMEN.COM – Komisi VII DPR RI mendesak Presiden Jokowi agar Menteri ESDM Sudirman Said mencabut surat perpanjangan kontrak dengan PT Freeport Indonesia. Perpanjangan yang dilakukannya tersebut melanggar konstitusi, UU No.4 Tahun 2009 tentang Minerba atau pertambangan dan peraturan turunan lainnya.

“Sehingga PP Nomor 7522/ 13/ MEM/ 2015 tertanggal 7 Oktober 2015 perihal permohonan perpanjangan operasi PT Freeport Indonesia itu inkonstitusional dan harus dicabut,” demikian disampaikan Ketua Komisi VII DPR RI Kardaya Warnika bersama pimpinan dan anggota Komisi VII DPR RI yang lain pada wartawan di Gedung DPR RI Jakarta, Selasa (27/10/2015).

Hadir antara lain Jamaluddin Jafar, Tony Wardoyo, Peggi Patrisia Pattipi, Daryatmo Mardiyanto, Supriyanto, Harry Pernomo, Adian Yunus Yusak Napitupulu, Indro Hananto dan lain-lain.

Berdasarkan UU No.4 tahun 2009 pasal 69, bahwa menjadi kewajiban pemegang kontrak karya untuk melakukan izin usaha sesuai amanat UU. Bahwa kontrak karya tidak boleh diperpanjang, tapi semuanya atas nama izin usaha pertambangan dan itu tidak mengenal negosiasi, dan berlaku umum.

Surat perpanjangan No.9 Juli 2015 itu seharusnya ditolak. Bentuk perpanjangan bentuknya harus izin usaha atau izin khusus untuk PT. Freeport. “Kalau itu diteruskan bisa menjebak Presiden Jokowi untuk melanggar konstitusi. Dimana kontrak karya itu sampai 2021. Kalau sampai 2041 jelas melanggar konstitusi,” ujarnya.

Menteri ESDM tidak paham isi kontrak karya, dan kalau tetap dilanjutkan, Komisi VII DPR RI minta agar Sudirman Said mencabut surat perpanjangan tersebut. Bahwa divestasi tetap 51 % seperti PP No.24/2012, juga IPO (initial public offering), tidak sesuai dengan tujuan divestasi itu sendiri.

Karena itu, Komisi VII DPR menolak rencana PT Freeport Indonesia yang akan melakukan divestasi saham melalui penawaran saham perdana (initial public offering/IPO) karena langkah itu tidak sesuai dengan tujuan divestasi itu sendiri. Keputusan itu, diambil berdasarkan kesepakatan seluruh fraksi pada Komisi VII DPR yang membidangi masalah energi dan pertambangan.

“Kami minta divestasi tetap seperti semula. Proses divestasi yang akan dilakukan lewat IPO tidak sesuai dengan tujuan divestasi sehingga tidak boleh dilakukan,” kata Warnika. Sebelumnya, pemerintah meminta divestasi saham perusahaan tambang itu langsung melalui BUMD dan BUMN.

Kardaya Warnika menilai pelepasan saham Freeport Indonesia yang akan diambilalih pemerintah Indonesia itu seperti jebakan seolah Indonesia akan menyetujui perpanjangan kontrak karya (KK) perusahaan asal Amerika Serikat itu di Indonesia. Dia menyebutkan kontrak karya tidak boleh diperpanjang karena berlawanan dengan UU No. 4/2009 tentang Minerba. Menurutnya perpanjangan  boleh dilakukan dengan status izin usaha pertambangan atau izin usaha pertambangan khusuus.

“Izin usaha pertambangan tidak mengenal negosiasi. Kontrak Karya harus berakhir pada 2021,” ujarnya. Terkait izin itu dia meminta Menteri ESDM Sudirman Said untuk mencabut surat persetujaun perpanjangan kontrak tersebut. Kontrak pertambangan Freeport Indonesia sendiri akan berakhir pada 2021.

Pada 2019 Freeport harus melepaskan sahamnya kepada pemerintah Indonesia sebesar 30% dan pada 2015 ditargetkan bisa melepaskan 10%. “Freeport hendak menjebak pemerintah dengan melanggar konstitusi melalui perpanjangan kontrak karya sebelum batas waktu sesuai peraturan yang berlaku,” tambahnya.

Proses perpanjangan yang dilakukan Menteri ESDM tergesa-gesa dan berpotensi menimbulkan kecurigaan. Untuk itu, Komisi VII DPR RI akan meminta penjelasan kepada pihak-pihak terkait.

Menurut anggota Fraksi PAN Jamaluddin Jafar, selama pengelolaan PT Freeport ini, Indonesia hanya memperoleh 15 miliar dollar AS atau sekitar Rp 180 triliun atau Rp 4 triliun per tahun, jauh lebih kecil dibanding kekayaan yang diperoleh PT. Freeport yang dibawa ke Amerika Serikat. “Pendapatan kita dari pajak saja sampai Rp 1.500 triliun. Jadi, PT. Freeport itu akan lebih bermanfaat dan menguntungkan kalau dikelola oleh Indonesia sendiri,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *