Cerita Payudara Besar dari Pulau Samosir (2)

Danau Toba Headline MPR Samosir Terkini Tomok

MEDAN, KABARPARLEMEN.COM – Penat langsung hilang ketika seisi pandangan menyapu Danau Toba dari setiap kelokan Parapat. Air yang tenang membiru seolah menumpahkan sejumlah misteri sisa-sisa kedahsyatan gunung purba tersebut.

Panas masih sangat menyengat ketika tiba di Darmaga Ajibata. Darmaga ini salah satu akses niaga atau wisata menuju Tomok,Pulau Samosir, yang dapat ditempuh dengan feri selama 45 menit.

Rombongan wartawan menggunakan dua feri namun kebanyakan wartawan memilih kapal terbuka karena lebih bebas untuk menikmati keindahan alam sekitar Danau Toba. Di tengah perjalan nakhoda membelokkan kapalnya untuk mendekat ke sebuah dinding batu berlegenda. Namanya “Batu Gantung”.

Alkisah seorang gadis bernama Seruni yang tengah jatuh cinta dengan sang kekasih pujaannya bersedih karena sang ayah menjodohkannya dengan pemuda lain yang masih sepupunya. Belakangan Seruni lebih banyak melamun dan duduk-duduk di ladang yang menghadap Danau Toba.

Entah kenapa Seruni yang ditemani seekor anjing kesayangannya bernama si Toki beranjak dan berjalan melih dekat ke tubir dinding Danau Toba. Tak menyadari ada jurang batu di depannya, Seruni terperosok.

Sang Anjing yang sangat dekat dengan tuannya langsung lari meminta pertolongan. Orangtua Seruni dan warga berusaha menolong Seruni yang terperosok ke dalam jurang batu yang dalam, gelap dan sempit.

Upaya tak berhasil. Dari dalam jurang warga hanya mendengar suara Seruni yang berteriak, “Parapat…! Parapat batu!”

Setelah itu terjadi guncangan hebat dan gempa. Jurang yang tadinya menganga seketika merapat. Seruni pun terjepit di dalamnya. Bersamaan itu muncul seperti batu gantung di dinding teping Danau Toba dan menyerupai seorang gadis.

Masyarakat sekitar mempercayai bahwa batu itu adalah penjelmaan dari Seruni dan kemudian mereka menamainya sebagai “Batu Gantung”. Teriakan Seruni terakhir itu kemudian menjadikan daerah itu dinamakan Parapat.

Kapal kemudian melanjutkan perjalanan menuju Tomok untuk melihat makam Raja Sidabutar dan keturunannya di Pulau Samosir. Tomok menjadi tujuan wisata budaya yang sangat terkenal di Sumatra Utara dengan kawasan wisatanya yang dikenal si Gale-Gale.

Pemandu yang lumayan kocak menyambut kami sejak Darmaga Tomok yang dipenuhi pengunjung dan pedagang cenderamata. Memasuki kawasan Makam Raja Sidabutar, penguasa pertama di Pulau Samosir yang juga nenek moyang orang Batak, suasana mistis sangat terasa.

Makam Raja Sidabutar I dan Raja Sidabutar II berwujud batu karena masih mengganut kepercayaan setempat, Parmalin. Keturunan berikiutnya baru menganut agama Kristen setelah kedatangan misionaris asal Jerman bernama Nomensen.

Banyak simbol dan ornamen menarik dari setiap sudut kompleks Makam Raja Sidabutar. Pemandu kocak dengan logat bataknya membuat wartawan terpingkal-pingkal. Misalnya ketika bercerita tentang patung seorang berpeci asal Takengon Aceh bernama Syeh Said yang menempel di peti batu Raja Sidabutar II. Telapak tangan Syeh Said menutupi kemaluannya.

“Syeh Said yang beragama Islam ini selain berguru kepada raja yang kedua, juga menjadi panglima perangnya. Suatu saat pernah pasukan raja terdesak dan sudah dikepung musuh. Raja sangat khawatir. Namun, Syeh Said tampak sangat tenang dan meyakinkan sang raja agar tidak khawatir karena ada taktik pamungkas yang bisa mengusir musuh,” terang pemandu.

“Saat terdesak Syeh Said tiba-tiba melucuti semua pakainnya hingga telanjang bulat di depan para musuhnya. Musuh yang membawa tombak dan parang yang siap-siap menyerbu pun kocar-kacir. Dari sanalah lahir istilah ‘parang panjang’ dikalahkan ‘parang pendek’,” kata pemandu menggundang gelak tawa wartawan.

Cerita agak saru lainnya yang membuat terpingkal-pingkal soal ornamen seekor cicak yang menghadap empat payudara besar di dinding pintu keluar kompleks makam. Cicak merupakan lambang bahwa orang Batak harus bisa hidup seperti cicak, bisa hidup di mana saja termasuk di rantau.

“Nah mengenai payudara besar ini orang Batak memiliki kepercayaan bahwa banyak anak itu banyak rejeki. Karena banyak itulah maka air susu ibunya harus banyak. Mereka percaya perempuan yang memiliki payudara besar dan tubuh besar memiliki air susu yang banyak,” kata pemandu mesem-mesem.

“Ketika itu, perempuan yang berpayudara besar mahar nikahnya bisa sampai 10 kerbau besar. Sedangkan yang memiliki payudara kecil mungkin hanya satu kerbau saja,” pungkasnya.

Beberapa perempuan merasa risi karena hampir semua laki-laki di kompleks makam matanya tertuju kepadanya. Termasuk memelototi seorang pemandu perempuan yang rupanya risih juga.

“Payudara pemandu juga lumayan besar,” celetuk seorang teman wartawan, nakal.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *