Presiden dan Wapres Perlu Helikopter Spesial

alutsista DPR Gatot Nurmantyo Headline Komisi I DPR Terkini TNI

JAKARTA, KABARPARLEMEN.COM- Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo menegaskan, Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia membutuhkan helikopter antipeluru untuk memastikan keamanan kepala negara dalam mobilisasi. Pesawat helikopter untuk presiden itu pesawat militer Puma tahun 2002, yang sebenarnya tidak untuk VVIP karena tidak antipeluru.

Demikian disampaikan Panglima TNI saat rapat kerja dengan Komisi I DPR RI di Gedung DPR RI Jakarta, Senin (19/10/2015). Pada kesempatan itu, Gatot menyampaikan alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang secara umum dibutuhkan TNI untuk memastikan keamanan negara.

Selain helikopter khusus Presiden dan Wakil Presiden, menurut Gatot TNI juga membutuhkan pengadaan alutsista yang dapat meningkatkan pertahanan negara berbasis poros maritim dunia. “Indonesia sebagai poros maritim dunia, maka akses kian terbuka baik di perairan maupun udara. Maka persyaratan utama memastikan keamanan negara poros maritim adalah dengan memiliki keunggulan di laut dan udara, dan ini mutlak,” katanya.

Karena itu lanjut Gatot, TNI membutuhkan sistem pengawasan udara dan laut yang terpadu, kapal selam untuk menjaga tiga pintu masuk utama perairan Indonesia serta pesawat tempur dan pesawat angkut berat.

Komisi I DPR menggelar rapat lengkap dengan melibatkan Menteri Pertahanan, Panglima TNI, Menteri Keuangan, dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional. Problem anggaran pertahanan Indonesia disoroti. Di antara agendanya adalah soal evaluasi pelaksanaan Minimum Essential Force (MEF) dan rencana MEF tahap kedua, termasuk kebijakan anggaran.

Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq,didampingi Wakil Ketua Komisi I DPR RI Hanafi Rais menyimpulkan tentang apa yang disebutnya sebagai ‘Kegelisahan Komisi I DPR’, yakni soal kecilnya anggaran pertahanan.  Anggaran pertahanan adalah harga mati dan tak boleh terlalu terpengaruh kondisi ekonomi.

“Komisi I DPR agak-agak iri dengan sektor pendidikan yang anggarannya secara ‘mandatory’ 20 persen dari APBN. Anggaran dana desa 10 persen dari dana transfer daerah, anggaran pertahanan sebesar 1,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), dan hanya termaktub setengah dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Regulasi anggaran pertahanan lebih rendah dari anggaran pendidikan atau anggaran dana desa. Kira-kira Pak Menteri punya siasat seperti apa sehingga anggaran pertahanan menjadi prioritas?” tegas Hanafi Rais.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas RI Sofyan Djalil mengatakan bahwa anggaran pertahanan memang harus menjadi prioritas. “Perkara anggarannya tidak sesuai harapan, itu karena masalah teknis. Di mana RPJMN disusun pada 2014 saat harapan pertumbuhan ekonomi diprediksi dengan sangat optimistis. Tapi, waktu sudah berlalu, maka realitas berubah. Faktanya ternyata tak seindah prediksi yang optimis itu,” ujarnya.

Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, pihaknya kini akan membuat pemetaan (road map) mengenai besarnya anggaran sebesar 1,5 persen dari PDB itu.

Anggota Fraksi Partai Gerindra Elnino M Husein Mohi menilai Presiden Jokowi dan Wapres JK harus tetap menjaga komitmennya soal pertahanan negara. Kini muncul rencana bela negara, namun kata Elnino, Jokowi perlu menunjukkan komitmen bela negara dalam wujud memperkuat TNI. Seperti diketahui, anggaran pertahanan turun cukup drastis dalam rancangan anggaran yang diajukan pemerintah ke DPR. Anggaran DPR turun Rp 7 triliun, sehingga menjadi Rp 95,91 triliun.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *