PENYANYI kondang Dewi Yull berharap ke depan ada film yang bisa dinikmati oleh kaum disabilitas (berkebutuhan khusus) baik tuna rungu, tuna wicara, mereka yang tidak bisa melihat dan sebagainya. Tujuannya agar mereka bangga dengan film-film nasional daripada mereka menikmati film-film Barat.
Selama ini, kata Dewi, mereka lebih menikmati film Barat karena ada bahasa isyarat untuk kaum disabilitas. Pemerintah harus memperhatikan ini demi anak-anak bangsa.
“Harapan itu muncul setelah anak saya (Panji Surya Putra) protes karena film-film Indonesia tidak ada yang menggunakan bahasa isyarat untuk disabilitas. Anak-anak pun mengatakan bahwa akses informasi kepada media juga sangat terbatas. Bahkan mereka mengaku sulit dan malah tidak mungkin bisa memahami berita-berita di TV karena tidak ada bahasa isyarat untuk mereka. Itulah antara lain yang harus diperhatikan oleh pemerintah,” papar Dewi dalam diskusi publik “Kaum Disabilitas Juga Manusia” bersama anggota Komisi VIII DPR RI KH. Maman Imanul Haq, Nahar dari Kemensos RI dan Ariyanti dari Persatuan Perempuan Penyandang Disabilitas di Gedung DPR RI Jakarta, Kamis (15/10/2015).
Sejauh ini baru TVRI yang sudah melengkapi pemberitaannya dengan bahasa isyarat. Namun menurut Dewi, bahasa isyarat di TVRI belum bisa dipahami sepenuhnya oleh kaum disabilitas. Dulu, kata Dewi, ada sistem isyarat bahasa Indonesia (SIBI), bahasa isyarat Indonesia (Bisindo) sejak Belanda dan lain-lain tapi tidak mendapat perhatian pemerintah.
“Padahal, anak-anak disabilitas itu mempunyai kecerdasan yang luar biasa. Mereka bisa menjadi aset bangsa kalau dididik dengan baik dan benar. Bahkan saya merasa lebih ringan mendidik anak-anak saya yang hampir semuanya disabilitas daripada mendidik anak-anak yang normal,” ujarnya.
Surya, cerita Dewi, yang dulu tidak bisa berbicara dengan artikulasi yang jelas namun dengan pengajaran yang baik dan konsisten selama 9 tahun akhirnya sekarang bisa berbicara dengan normal. Bahkan Surya sudah kuliah semester III di Universitas Siswa Bangsa Internasional (SBI) dan tidak lagi meminta uang jajan karena di kampusnya dia mengajar bahasa isyarat.
“Padahal, dulu selama 9 tahun saya yang mengajarinya berbicara normal, dan kini malah mengajari bahasa isyarat. Alhamdulillah sudah mempunyai penghasilan,” ujarnya bangga. Dewi berharap pemerintah memperhatikan kaum disabilitas yang dinilai selama ini diperlakukan tidak adil.
Sementara Nahar meminta DPR mempertegas setiap kewenangan elemen pemerintah dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyandang Disabilitas. Harus tegas bahwa disabilitas itu menjadi mandat siapa? “Kalau masalah kesehatan apakah menjadi tugas Menkes, pendidikan ke Mendikbud, dan bahasa isyarat ke Kominfo? Itulah yang harus dipertegas,” katanya.