Siti Hediati Bicara Asap dan Warisan Soeharto

Catatan Ringan DPR Headline Indeks Kabut Asap News Siti Hediati Hariyadi Terkini Titiek Soeharto


KETIKA membaca blog pribadi Siti Hediati Hariyadi atau yang lebih dikenal dengan Titiek Soeharto, sangat jelas sekali visi dan misinya sebagai anggota DPR RI. Putri Presiden ke-2 RI Haji Muhammad Soeharto ini sangat peduli dengan isu pertanian, kelautan, pangan  dan lingkungan termasuk di dalamnya nasib petani dan nelayan.

Sangat tepat bila Partai Golkar menempatkan Titiek di Komisi IV dan mendapuknya menjadi wakil ketua komisi yang membidangi pertanian, kelautan serta lingkungan dan kehutanan itu. Ketua Bidang Tani dan Nelayan DPP Partai Golkar ini sangat fasih dan menguasai isu-isu strategis dan sensitif.

Terkait isu asap yang mengepung Riau, Jambi, Sumatra Selatan dan juga Kalimantan, Titiek termasuk anggota DPR yang paling lantang. Bahkan Ketua Umum Persatuan Panahan Indonesia (Perpani) ini meminta pemerintah Jokowi tidak gengsi untuk menerima uluran tangan negeri jiran seperti Singapura yang berniat memberi bantuan.

“Seharusnya pemerintah menerima tawaran bantuan dari negara tetangga untuk mengatasi masalah ini. Kalau kita memang tidak sanggup menangani asap. Apa sih salahnya kita terima bantuan itu,” kata Titiek dalam sebuah dialog dengan pers di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (7/10/2015).

Hampir tiga bulan, kata Titiek, masyarakat Riau dan sekitarnya dikepung asap tiap hari. Dia tidak bisa membayangkan susahnya kehidupan masyarakat di sana. Asap telah melumpuhkan perekonomian, aktivitas masyarakat terhenti, sekolah tutup dan kesehatan masyarakat terganggu bahkan sudah ada yang meninggal dunia.

“Saya prihatin karena akibat bencana tersebut anak-anak bangsa di provinsi terdampak asap belum bisa melanjutkan sekolah serta kesehatannya terancam. Terlebih kabut asap akibat kebakaran hutan tersebut juga sampai ke negara-negara tetangga,” ujarnya.

Menurut Titiek, bencana kabut asap terjadi setiap tahun. Tapi kebakaran tahun ini termasuk yang paling parah. Lantaran itu, Titiek sepakat dengan para pakar dan juga anggota DPR lainnya, bencana asap kali itu sudah masuk kategori bencana nasional. “Ini sudah sangat parah dan sampai sekarang belum ada penanganan serius dari pemerintah. Kalau statusnya bencana nasional kan bisa melibatkan semua potensi yang ada dan penganggaran yang cukup,” kata Ketua Umum Yayasan Seni Rupa Indonesia ini.

“Presiden Jokowi kan tinggal perintahkan saja. Tentara Nasional Indonesia kan tidak sedang perang, pemerintah bisa berdayakan mereka. TNI itu paling mudah dan paling cepat digerakkan. Yang penting ada dana dan ada perintah,” ujar Titiek.

Tentara, kata Titiek, sudah sangat berpengalaman dalam peristiwa-peristiwa bencana alam. Mulai dari tsunami, gunung meletus, banjir dan longsor. “Tinggal bilang, ‘tolong Pak Panglima gerakan anak buahmu dan ini dananya’. Sangat mudah kan yang penting ada perintah dan dananya disediakan,” kata Titiek yang juga Pembina Yayasan Supersemar.


Menyinggung tentang pertanian, menurut Titiek tidak akan tercipta namanya ketersediaan, kedaulatan dan juga swasembada pangan bila kesejahteraan petani tidak diperhatikan. “Rantai utama pemenuhan kedaulatan pangan ada pada para petani. Perlakuan kita kepada petani tidak seharusnya semata-mata keprihatinan karena kebanyakan petani berada dalam zona hidup berat,” kata Titiek.

Petani selama ini berada dalam zona hidup berat, lanjut Titiek,  akibat tekanan musim yang tidak bersahabat, luasan lahan yang kurang memadai, pasokan air untuk tanam tidak stabil, semakin membengkaknya biaya produksi, serta tekanan gejolak harga yang tidak bersahabat waktu panen. 

“Kita harus menempatkan problem petani sebagai problem kita bersama,” ujarnya.

Dukungan kepada petani, kata  Pembina Yayasan Purna Bhakti Pertiwi, ini tidak cukup hanya dengan memberikan bantuan bibit, atau pun edukasi cara bertani yang baik. “Dukungan kepada petani harus berupa paket kebijakan nasional yang berpihak, berupa sistem penyediaan bibit yang baik, sistem edukasi pertanian yang baik, penyediaan sarana dan prasana produksi dengan harga terjangkau, stabilitas ketersediaan air dengan sistem irigasi yang baik, perlindungan petani dari gejolak harga, dan perlindungan ketersediaan lahan,” paparnya.

Ketika secara ekonomi menguntungkan, kata Titiek, usaha pertanian akan diminati sebagai usaha yang menggairahkan dan secara nasional upaya mewujudkan kedaulatan pangan dengan sendirinya akan terdorong. “Perlindungan petani juga berarti perlindungan terhadap kita semua,” katanya. 

Berbicara reformasi, Titiek termasuk yang merasa prihatin. Reformasi seharusnya menunjukkan kecenderungan ke arah kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik. Tapi kenyataannya, malah cenderung buruk dan destruktif. “Yang baik selama Orde Baru malah dimatikan sementara yang jeleknya seperti korupsi malah berjamaah,” ujarnya.

Titiek menyebut, pos KB, posyandu, penyuluh pertanian, GBHN dan Repelita malah dimatikan. Padahal program warisan Soeharto itu sangat bermanfaat dan kelihatan bukti dan hasilnya. “Itulah yang membuat saya prihatin,” ujarnya. “Jadi saya harapkan program yang nyata-nyata bagus dan bermanfaatkan bagi masyarakat selayaknya dihidupkan kembali.” ( Yayat R Cipasang)


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *