![]() |
Pekerja memanen garam di pegaraman Desa Bunder, Pademawu, Pamekasan, Jatim. Foto : Ant. |
JAKARTA, KABARPARLEMEN.COM- Anggota Komisi IV DPR RI Andi Akmal Pasluddin menyayangkan sikap pemerintah yang lamban dalam memperbaiki tata kelola garam nasional.
Padahal,
menurut Andi Akmal, kemarau panjang yang terjadi belakangan ini, adalah momen
yang tepat untuk membangkitkan industri garam di tanah air. Sehingga, lanjut
Andi Akmal, sudah seharusnya, pemerintah tidak perlu lagi melakukan impor
garam.
Hal itu disampaikan Andi Akmal menyusul masih
terjadinya polemik garam yang seharusnya bisa diantisipasi oleh pemerintah
sejak awal tahun ini.
“Saya sangat menyayangkan pemerintah seharusnya dapat
mengambil kesempatan di saat kemarau panjang untuk membesarkan industri garam
dan perbaikan tata kelolanya. Kelambanan ini seharusnya dapat diantisipasi
sejak awal oleh sebab hampir semua pihak mengingatkan, bahwa pengendalian impor
dan pemberantasan kartel garam agar segera dilakukan sejak awal tahun in”, kata
Andi Akmal melalui keterangan tertulisanya yang diterima Kabarparlemen.com
(17/9).
Sebagaimana diketahui, masalah yang dihadapi petani
garam selama ini adalah akibat ulah mafia atau kartel yang tak bertanggung
jawab. Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR RI dari Fraksi PKS ini pun menilai
buruknya manajemen pengelolaan garam tersebut terjadi mulai dari produksi di
tingkat petani, distribusi, hingga masuk ke industri. "Dan yang
terpenting, masalah impor adalah hal yang tidak kunjung selesai sehingga selalu
membuat gaduh tata kelola garam secara nasional,"tutur Andi Akmal.
Andi Akmal mencontohkan akibat ulah kartel tersebut
terjadi kelangkaan terutama garam untuk kebutuhan industri makanan/ minuman,
farmasi, komestik, dan beberapa kebutuhan lain yang memerlukan spesifikasi
tertentu. Dampaknya, lanjut Andi Akmal, hilangnya garam di pasaran ini menuai
protes kalangan usaha yang menjadi konsumen garam indusri untuk produk
olahannya.
Selain itu, praktek melanggar hukum lainnya, lanjut
Andi Akmal, adalah para mafia garam mengambil keuntungan Rp.1.000. Seperti
informasi dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), dimana dengan kuota
impor garam sebesar 2,25 juta ton, maka keuntungan yang diraup mencapai 2,25
triliun.
“Kejadian ini sudah berlangsung sepanjang tahun 2014.
Pemerintah sudah paham dan tau masalah ini. Jika kelambanan ini tetap
dibiarkan, maka akan menimbulkan semakin banyak kecurigaan kepada pemerintah”,
kritis Politisi PKS dari daerah pemilihan Sulawesi Selatan II ini.
Kepala Departemen Penataan dan Pengembangan Struktur
Wilayah Dakwah PKS ini berharap segala bentuk prilaku pasar yang merugikan
masyarakat harus segera ditindak oleh pemerintah. Di saat bersamaan, pemerintah
harus mampu menggandeng masyarakat, untuk dapat membangun secara besar industri
garam nasional. "Masyarakat pesisir apabila tidak diarahkan dan
dibina, akan lebih memilih mengelola ikan baik tangkap maupun budidaya daripada
menjadi petani garam," harap Andi Akmal.
Sehingga, menurut Andi Akmal, sudah saatnya pemerintah
mempercepat penyelesaian masalah garam ini. Salah satu penyelesaiannya adalah
pemerintah menangkap mafia garam yang melakukan praktik usaha secara tidak
sehat.
“Sudah saatnya pemerintah menghilangkan kelambanan
pada penyelesaian masalah garam ini. Buktikan ada yang ditangkap pelaku pasar
yang tidak sehat dan perbaiki tata kelola industri garam termasuk tata
niaganya”, pungkasnya. (Marwan Azis)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar