ONENG. Nama itu sangat melekat dalam benak masyarakat Indonesia. Nama perempuan polos serupa oon itu merujuk kepada perempuan berdater lusuh dalam sinetron seri Bajaj Bajuri. Pemerannya, Rieke Diah Pitaloka.
Sampai di Senayan, rupanya sebutan Oneng itu masih terus melekat dalam sosok Rieke, anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PDI Perjuangan ini. Buruh yang menyanjung Rieke kerap bertariak: “Hidup Oneng! Hidup PDI Perjuangan! Hidup Bung Karno!”
Rieke sebenarnya ingin melepaskan bayang-bayang Oneng. Tapi sepertinya politisi asal Garut, Jawa Barat, ini kesulitan untuk menghapusnya. Buruh lebih familiar memanggil Rieke dengan sebutan Oneng daripada Ibu Rieke. “Kalau menyebut Oneng seolah tidak ada jarak dengan kami,” kata seorang buruh Jakarta Internasional Container Terminal (JICT) Tanjung Priok ketika mengadu ke Fraksi PDI Perjuangan , belum lama ini.
Serikat Pekerja JICT mengadu terkait penjualan konsesi JICT yang dilakukan Dirut PT Pelindo II, RJ Lino, ke perusahaan asal Hongkong, PT Hutchison Port Holdings. Konsesi seharusnya berakhir pada 2019 tapi malah diperpanjang hingga 2039. Padahal sumber daya manusia Indonesia sangat mampu mengelola terminal. “Malah karyawan JICT banyak yang menjadi konsultan bila ada masalah pelabuhan di luar negeri,” Ketua Umum SP JICT, Nova Sofyan Hakim.
Ketika Rieke akan membacakan sikap fraksi di podium, atas pengaduan SP JICT, serempak ratusan buruh beteriak, “Hidup Oneng! Hidup Oneng! Ganyang RJ Lino!”
“Sudah jangan teriak-teriak oneng, gua jadi grogi nih,” ujar Rieke sambil tersenyum dan mematut diri.
Usai membacakan sikapnya puluhan buruh kemudian merangsek ke depan. Mereka berebutan untuk berfoto bersama Rieke. “Mbak Oneng berfoto dulu ya.”
Beberapa buruh dengan berbagai gaya dan pose berfoto bersama Rieke yang terus menebar senyum khasnya. “Udah fotonya?”
“Tunggu dulu Mbak Oneng, saya belum,” seorang buruh nyelonong dan mengapit Rieke. “Foto mau saya kirim untuk emak saya di kampung,” candanya.
Beeuuhhhh. (Yayat R Cipasang)