Sektor Perkebunan, Pertanian dan Peternakan Sebagai Solusi Tenaga Kerja

Fraksi PKS Headline Indeks Komisi IV News PKS
Ilustrasi pekerja di perkebunan teh. Foto : Antara.

JAKARTA, KABARPARLAMEN.COM- Anggota Komisi IV DPR, Andi Akmal Pasluddin menyoroti kondisi perekonomian nasional yang tidak kunjung membaik yang ditengarai nilai tukar rupiah yang labil dan daya beli masyarakat yang terus tergerus membuatnya sangat memprihatinkan.

Fenomena tingginya harga kebutuhan pangan pokok yang tiba-tiba, PHK (pemutusan hubungan kerja) yang semain marak, lapangan kerja yang menurun menjadi wajah perekonomian negara Indonesia di tahun pertama kepemimpinan Jokowi.


Kabar yang diterima Andi Akmal berkaitan dengan situasi di kawasan industri, semestinya dapat direspon secara bijak oleh pemerintah bahwa sebagai contoh kasus, tagihan listrik di kawasan industri Jababeka menurun drastis. Ini menunjukkan aktivitas lembur atau aktivitas produksi reguler menurun drastis.  Kejadian yang hampir sama di tiap daerah yang ditengarai dengan masifnya pemutusan hubungan kerja dari pihak perusahaan kepada karyawan yang dibuktikan dengan angka pengangguran di tiap daerah semakin besar.

“Sektor perkebunan, pertanian dan peternakan sangat banyak membutuhkan tenaga kerja jika pemerintah mampu turun tangan membangun industri di sektor-sektor ini. Di luar Jawa masih banyak lahan yang luasnya tak terbatas sejauh mata memandang. Jika ini dikembangkan, akan banyak menjawab persoalan bangsa mulai dari tenaga kerja, pangan, dan kemiskinan”, jelas Politisi FPKS ini.
Akmal menambahkan, bahwa lahan yang sangat luas yang saat ini dibiarkan terlantar ditumbuhi ilalang jika dibuat cluster-cluster perkebuanan, sentra hortikultura, sentra peternakan rakyat yang semuanya di sinergikan dengan perusahaan industri agro, akan mampu menyerap jutaan tenaga kerja Indonesia. Apalagi jika ditambah kegiatan pengolahan sumberdaya mentah menjadi komoditas pangan siap konsumsi.
NTT, melalui kepala dinas pertaniannya, menyatakan daerah ini tidak mampu menyerap angkatan kerja di sektor pertanian. Alasannya Belum ada investasi besar di NTT, jadi hingga saat ini belum ada sektor lain selain pertanian yang mampu menyerap tenaga kerja. Padahal jumlah penduduk di NTT sebesar 1,3 juta jiwa. Jumlah angkatan kerjanya mencapai 600 ribu jiwa dan 5 persennya tiap tahunnya berangkat menjadi TKI di luar negeri.
“Selayaknya, sebagai bangsa yang bermartabat, negara ini jangan mengirimkan warga negaranya untuk bekerja sebagai buruh atau pembantu di luar negeri, terlebih seorang perempuan. Kecuali tenaga kerja tersebut profesional yang menduduki manajemen keatas. Yang menjadi masalah adalah, masyarakat tidak berdaya dengan tidak ada solusi akan lapangan kerja. Saya yakin, mereka yang berangkat ke luar negeri untuk menjadi TKI itu karena keterpaksaan”, jelas Andi Akmal. 
“Masalah pemerkosaan, perubahan gaya hidup, perselingkuhan suami yg ditinggal ke luar negeri, anak yang tidak mendapat kasih sayang orang tua secara utuh, sampai pada perceraian dan permasalahan sosial keluarga lainnya merupakan kejadian yang nyata berlangsung pada TKI”, pungkasnya.(Iman Firdaus)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *