Asrul Sani. Foto : Ist. |
“Kita ke Inggris, 6 hari sama perjalanan. Lima harilah di Inggris. Dari 22 Agustus – 26 Agustus 2015. Belanda sudah di masa sidang lalu tapi diwakili pimpinan. Ini jangan ditulis jalan-jalan loh ya. Ini beneran kunjungan kerja,” kata anggota Panja RUU KUHP, Arsul Sani, kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (31/8/2015) seperti dilansir detikdotcom.
Ada beberapa hal yang dipelajari wakil rakyat selama lima hari di Inggris. Salah satunya adalah sistem hukum di Inggris. Rupanya dalam RUU KUHP yang diajukan pemerintah dibuka kemungkinan pemidanaan perbuatan berdasar hukum yang hidup di masyarakat (the living law). Hal ini dinilai sinkron dengan semangat KUHP yang bakal mengakomodir hukum adat.
“Soal the living law di mana yang bisa dipidana itu tidak hanya sebatas perbuatan pidana yang ada undang-undang tapi perbuatan pidana yang ada di hukum adat yang kemudian bisa dipidana. Karena itu menjadi penting untuk memahami model common law criminal offences tersebut,” katanya.
Selain itu masih ada lagi segudang ilmu yang diperoleh DPR RI dari kunjungan kerja selama lima hari di negeri Ratu Elizabeth itu. Apa yang dipelajari di Inggris tersebut diyakini bakal bermanfaat untuk revisi UU KUHP DPR.
Yang jadi tanda tanya besar adalah kenapa untuk mempelajari aturan hukum negara lain harus ditunjang dengan studi banding? Sejumlah fraksi dan pimpinan DPR periode lalu sempat sepakat kunjungan ke luar negeri dalam rangka studi banding dihentikan dan digantikan dengan studi pustaka atau pertukaran dokumen. Langkah itu dinilai bakal menghemat biaya kunjungan ke luar negeri DPR yang menggunakan APBN. (Detik)