Fahira Idris. Foto : Ist. |
JAKARTA, KABARPARLEMEN.COM- Anggota DPD Fahira Idris secara aklamasi terpilih lagi menjadi Pimpinan Komite III DPD RI masa bakti tahun kedua sebagai Wakil Ketua I (sebelumnya wakil ketua II).
Salah satu target dan program yang menjadi sasaran senator asal Jakarta ini adalah mendorong RUU Ekonomi Kreatif (Ekraf) masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas 2016) agar bisa segera dibahas dan disahkan. Terlebih tahun depan, Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) sudah berlaku.
“Sebagai inisiator RUU Ekraf, saya terus dihujani ratusan email dan SMS yang mempertanyakan, kapan RUU ini akan dibahas. Kita semua tahu potensi ekraf bagi perekonomian begitu luar biasa. Tidak hanya banyak menyerap tenaga kerja, tetapi juga tahan krisis. Ekraf itu kekuatan ekonomi baru kita. Jadi tidak ada alasan bagi DPR untuk tidak memasukkan RUU ini dalam Prolegnas 2016,” tegas Fahira di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta (19/8).
Alasan lain, kenapa RUU Ekonomi Kreatif wajib masuk Prolegnas 2016 adalah untuk mengantisipasi bonus demografi yang saat ini sudah dialami Indonesia. Ledakan penduduk ini bisa menjadi petaka kalau tidak ada penciptaan lapangan kerja baru dalam jumlah yang besar terutama bagi penduduk usia produktif atau muda. Pengembangan ekonomi kreatif adalah jawaban dari persoalan ini.
“Sejak 2012 hingga nanti 2035, kita itu mengalami ledakan penduduk tetutama usia muda. Kalau lapangan kerja tidak tersedia, bakal bahaya negeri ini. Ekraf itu, selain padat karya juga umumnya berskala kecil jadi tahan krisis. Satu lagi, ekraf itu didominasi oleh orang muda. Sebab itu, perlu Undang-undang supaya ada keberpihakan. Makanya, saya ajak Pemerintah untuk desak DPR menjadikan RUU ini jadi prioritas tahun depan,” tukas perempuan yang juga pengusaha ini.
Menurut Fahira, Pemerintahan Jokowi-JK sebenarnya adalah pihak yang paling berkepentingan dengan kehadiran UU Ekonomi Kreatif. Sesuai dengan RPJMN 2015-2019, Pemerintah menargetkan pertumbuhan PDB ekonomi kreatif naik dari 7,1 % (baseline 2014) menjadi 12,0 % pada 2019. Selain itu, pemerintah juga optimis hingga 2019 sektor ekonomi kreatif mampu menyerap 13 juta tenaga kerja (baseline 2014: 12 juta ) dengan kontribusi ekspor/devisa bruto 10,0% (baseline 2014: 5,8%).
“Target ini bagus, tetapi tanpa ada undang-undang yang melindungi para pekerja kreatif mulai dari tahap kreasi, produksi, distribusi, konsumsi, hingga konservasi, saya tidak yakin target ini bisa teralisasi,” ujar Fahira.
Saat ini, lanjut Fahira, para pekerja kreatif Indonesia yang didominasi anak-anak muda sangat membutuhkan dukungan pemerintah untuk memperluas pasar produk kreatif Indonesia baik di pasar ekspor maupun pasar domestik. Juga penyediaan infrastruktur, misalnya pusat-pusat kreatif dan ruang kreasi, menyediakan akses ke sumber permodalan dan juga akses ke pasar, serta menciptakan iklim yang kondusif bagi mereka yang baru mulai terjun di sektor ekonomi kreatif.