Wapres ke-6 RI Try Sutrisno berbicara saat acara ‘Supermentor 6: Leaders’ di Ballroom Djakarta Theater, beberapa waktu lalu. Foto : Liputan6.com/Faizal Fanani.
|
“Peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia ke-70 harus dijadikan untuk mengoreksi hal-hal yang kurang baik. Seperti, hal-hal yang menyangkut sistem pemerintahan negara harus dikembalikan kepada MPR,” ujar Try akhir pecan kemarin.
Menurut Wakil Presiden Indonesia ke-6 ini, peran MPR harus dikembalikan seperti saat sebelum reformasi atau sebelum amandemen Undang-Undang Dasar 1945.
“Di masa reformasi, MPR itu ‘dibongkar’ struktur, kewenangan dan tugas pokoknya. Padahal wujud kerakyatan itu ada di MPR,” kata pria yang pada tahun 1974 menjadi ajudan Presiden Soeharto.
Try melanjutkan, ‘pembongkaran’ MPR tersebut bukan saja kesalahan, namun juga menyalahi filosofi Pancasila. Untuk itu, dia pun mengajak semua pihak, terutama pemerintah untuk memperbaiki hal tersebut.
“Kembalikan lagi (fungsi MPR sebelum reformasi). Kita harus berani mengoreksi yang keliru dan membenarkan yang benar,” kata laki-laki berpangkat Jenderal TNI (Purn) yang pada bulan November 2015 akan berusia 80 tahun itu seperti dilansir Merdeka.com.
Selain menyoroti peran MPR yang tergerus pascareformasi, Try juga berpesan agar seluruh elemen bangsa tetap bersatu padu demi mencapai kesejahteraan Indonesia. “Kita harus bersatu menata kembali Tanah Air, demi mencapai kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia,” tuturnya.
Sebagai informasi, pada masa Orde Baru pimpinan Presiden Soeharto, MPR berperan sebagai lembaga tertinggi negara, sesuai dengan UUD 1945, sebelum amandemen, pasal 1 ayat 2, yang berbunyi “Kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR”.
Saat itu MPR berhak mengangkat dan mengganti presiden, yang disebut mandataris MPR serta menyusun Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang harus dilaksanakan oleh pemerintah yang dipimpin Presiden Republik Indonesia.
Namun, sejak amandemen ketiga UUD 1945 pada tahun 2001, MPR berubah peran dari lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara. Bunyi UUD 1945 pasal 1 ayat 2 pun berubah menjadi “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan melalui UUD”.
Selain itu, adanya perubahan fungsi MPR sejak amandemen UUD 1945, yang dilakukan sebanyak empat kali sejak tahun 1999 sampai 2002, menyebabkan GBHN tidak berlaku lagi. (Merdeka.com)