Ilustari kekeringan. Foto : Tempo. |
JAKARTA, KABARPARLEMEN.COM- Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) mendorong pemerintah untuk memberikan penyuluhan dan pembinaan kepada petani tentang iklim (musim hujan/musim kering) sebagai bentuk antisipasi dini terhadap dampak kekeringan dan banjir yang setiap tahun terjadi.
“Pemerintah perlu memperbanyak Sekolah Lapangan Iklim (SLI) untuk memberi pengetahuan kepada petani tentanng perubahan iklim,” kata Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Yudi Widiana Adia, menanggapi adanya ancaman el nino yag mengakibatkan ratusan hektar lahan pertanian kekeringan, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta kemarin.
Pemanasan global, tambah Yudi, telah menganggu sistem iklim global dan menyebabkan meningkatnya frekuensi dan intensitas kejadian iklim ekstrim. Tidak hanya suhu yang berubah, tetapi juga hujan, yang cenderung semakin basah dan semakin mengering. Dampak perubahan iklim dilahan usaha tani akan mengancam ketahanan pangan nasional.
“Petani sebagai ujung tombak pelaksanaan usaha tani diharapkan mampu meminimalisir dampak perubahan iklim yang terjadi sehingga tidak terjadi penurunan produksi. Petani perlu dibekali pengetahuan tentang iklim melalui sekolah-sekolah lapangan iklim yang disenggarakan oleh BMKG,” ujar politi PKS dari daerah pemilihan Kota/Kabupaten Sukabumi itu.
Karena itu, Yudi berharap, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) bisa memperbanyak SLI untuk membekali petani tentang bagaimana memanfaatkan informasi iklim dari BMKG untuk meningkatkan produksi pertanian. DPR, lanjut Yudi, berharap BMKG tidak hanya mendesiminasikan informasi cuaca dan iklim tapi juga terlibat dalam memberdayakan petani.
“Karena itu Sekolah Lapangan Iklim harus diperbanyak. Sekolah tersebut tidak mengajarkan cara bercocok tanam akan tetapi memadukan antara pengalaman petani dengan ilmu yang dimiliki rekan-rekan BMKG untuk memahami dan memanfaatkan informasi iklim secara efektif dalam mendukung pertanian,” imbuh Yudi.
Yudi juga berharap, BMKG bisa meningkatkan koordinasi dengan intansi terkait khususnya Kementerian Pertanian dan PU-Pera terkait dengan pemanfaatan informasi iklim. Apalagi, masih kata Yudi, pengaturan air di Indonesia cukup kompleks, karena dilakukan oleh beberapa instansi yang berbeda.
“Sumber informasi air masih dipegang BMKG. Penyedia dan pengelola sarana dan prasarana ada di Kementerian PU. Izin pemberian usaha yang memanfaatkan dan mempengaruhi kualitas air berada di Kementerian Perindustrian, sedangkan monitoring dan evaluasi kualitas air ditangani Kementerian Lingkungan Hidup,” ungkap Yudi.
Seperti diketahui, dibandingkan dengan kekeringan di 2014, kekeringan pada 2015 diprediksi akan lebih parah. Berdasarkan laporan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), saat ini sekitar 16 provinsi, 102 kabupaten atau kota, dan 721 kecamatan yang telah mengalami kekeringan. (Marwan)