Kunker Komisi IV DPR RI di Maros, Sulsel. Foto: Iwan Armanias/parle |
MAROS, KABARRPARLEMEN.COM- Sengketa tanah yang terjadi antara pemerintah dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan masyarakat adat sekitar area hutan konservasi dalam kawasan Cagar Alam Bantimurung mendapat perhatian anggota Komisi IV DPR RI.
“Masyarakat yang bermukim di areal hutan konservasi
merasa sudah turun-temurun tinggal disana, sehingga mereka merasa tanah itu hak
miliknya. Kalau sudah begitu, mana duluan yang memiliki Peta Batas, Dinas
Kehutanan atau masyarakat adat itu?,” tanya Anggota Komisi IV DPR
RI, Muhammad Nasyit Umar saat kunjungan kerja (kunker) Komisi IV di Air Terjun Cagar Alam di
Bantimurung, Maros, Sulawesi Selatan pekan lalu.
Menurut politisi dari Demokrat ini, jika masyarakat yang memang sudah lebih dulu
memiliki peta batas daerah tersebut, pemerintahlah yang harus mengakui hal itu,
berkasnya harus diatur. Dan jika UU Kehutanan mengatakan kalau dia dinyatakan
masyarakat adat harus ada Perda dulu, datanya harus jelas. Itu juga belum
dilakukan Pemda.
Ditempat yang sama anggota dari Fraksi Partai Golkar
Robert Yoppy Kardinal, mengatakan kalau kasus di Manokwari masyarakatnya diajak
bicara dan duduk bersama. Dia serahkan persoalan ini kepada pemerintah tetapi
mereka diberi tempat di luar kawasan.
“Disini Pemdanya sangat berperan sekali, selain itu juga
DPRD, tokoh masyarakat dan ketua-ketua adat atau kepala suku diajak bicara dan
duduk bersama untuk mencari solusi terbaik. Mereka diberi tempat yang layak di
luar kawasan. Mereka tidak boleh masuk, tidak boleh cari madu, dan tidak boleh
potong kayu lagi di dalam hutan,” jelas Robert seperti dikutip situs resmi DPR.
Sementara itu, salah seorang petugas Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Bantimurung yang tidak disebutkan namanya seperti dikutip dari situs DPR.go.id, membenarkan adanya masyarakat yang bermukim di areal hutan
konservasi. “Kita beri hak kelola tetapi dia selalu mau memiliki dan ingin
mendapatkan sertifikat lahan,”ujarnya.
“Jadi satu-satunya jalan mereka harus direlokasi. Cuma
masyarakat yang bermukim disitu kita selama ini belum ada pengakuan bahwa
mereka dari masyarakat adat,”tambahnya.
Namun permasalahannya, LSM menuntut ke MK bahwa tanah itu
bukan tanah negara. Namun di undang-undang, tanah itu merupakan seharusnya
tanah negara karena berada di hutan konservasi.(iw/dpr)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar