Meutya Hafid : Tayangan Televisi Harus Mendidik

Headline Indeks MPR Mutia Hafid News

Meutya Viada Hafid. Foto : directory.indonesiakreatif.net

JAKARTA, KABARPARLEMEN.COM- Mantan presenter berita Metro TV yang kini menjadi anggota MPR dari Fraksi Partai Golkar, Meutya Viada Hafid mengatakan media memiliki peran strategis yang bisa mengubah sikap masyarakat.

Ia mencontohkan televisi yang ditonton banyak orang, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa bisa mempengaruhi perilaku dan pola pikir mereka. “Untuk itu tayangan yang ada harus mendidik,” ujarnya saat menjadi narasumber Sosialisasi Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika dalam metode siaran RRI (17/12) seperti dikutip dari situs MPR.
Dalam sosialisasi dengan tema, Peran Media Dalam Mendukung Sosialisasi Jiwa-Jiwa Kebangsaan yang diudarakan dari Ruang Presentasi Perpustakaan MPR, Komplek Gedung MPR/DPR/DPD, Jakarta, itu Meutya mendorong agar sosialisasi digemakan lewat media massa.
Diingatkan oleh perempuan yang pernah disandera oleh kelompok bersenjata di Iraq itu, kemasan tayangan sosialisasi harus kreatif, memberi ruang partisipatif masyarakat, dan bottom up. Cara ini perlu disepakati agar penonton tidak jenuh dan merasa digurui.
Tayangan di televisi diakui Meutya memang banyak yang diprotes oleh masyarakat. Hal ini dimaklumi namun dirinya juga memahami bahwa televisi memang mengejar ratting yang tinggi. Untuk itu dirinya mengingatkan kembali agar media massa perlu membuat tayangan yang cerdas dan kreatif.
Ia mengambil contoh baik di masa Orde Baru di mana apa yang ditayangkan di TVRI bisa menyasar ke masyarakat dengan tepat. Dirinya mengharap agar sosialisasi perlu ditingkatkan. “Kita juga perlu menyiapkan apa-apa yang akan disampaikan kepada masyarakat,” ujarnya.
Diakui ada beberapa stasiun televisi yang memiliki ratting tinggi namun dirinya menyesalkan mereka tak mau menyisihkan waktu untuk memberi tayangan layanan masyarakat. Diharapkan oleh anggota DPR dari Dapil I Sumatera Utara itu agar mereka bisa menyisihkan waktu 3 persen sampai 5 persen untuk sosialisasi.
Bila ada tayangan yang tak sesuai dengan norma dan hukum, Meutya menyebut Komisi Penyiaran Indonesia sebagai pihak yang mengawasi isi. Misalnya saat kampanye Pemilu Presiden ada berita yang tak seimbang. “Saya sedih melihat televisi di saat kampanye Pemilu Presiden,” ungkapnya. Ketidakseimbangan berita pada masa itu membuat KPU sampai merekomendasikan agar dua stasiun televisi itu hak siarnya dihentikan.
Menurutnya pemerintah terlalu berhati-hati untuk menghentikan atau mencabut hak siar stasiun televisi sebab bisa dituduh tidak demokratis. Untuk itu banyak stasiun televisi yang sering melanggar isi tayang namun tetap eksis.   
Anggota MPR dari Fraksi PDIP, Abidin Fikri, yang dalam kesempatan itu juga menjadi narasumber, mengatakan banyak metode sosialisasi yang digunakan, salah satunya lewat media massa. “Media massa mempunyai kekuatan yang luar biasa,” papar pria yang akrab dipanggil Fikri itu.
Janji-janji kebangsaan diakui anggota DPR dari Dapil IX Jawa Timur itu penting bagi keberlangsungan bangsa dan negara sehingga diharapkan media massa ikut terlibat dalam mensosialisasikan. “Media massa harus turut serta,” harapnya.
Adanya media yang tak imbang dalam berita saat kampanye Pemilu Presiden juga diakui oleh Wasekjen PDIP itu. Hal yang demikian menurutnya akan merugikan media massa itu sendiri. “Mereka akan ditinggalkan masyarakat,” tuturnya. Apa yang terjadi di masa kampanye Pemilu Presiden diharapkan menjadi pelajaran. “Membuat media massa untuk berbenah,” kata Fikri. (AW/mpr) 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *