
JAKARTA, KABARPARLEMEN.COM- Rapat Paripurna ke-15 Masa Persidangan III
Tahun Sidang 2019-2020 yang dipimpin langsung oleh Ketua DPR RI Dr.
(H.C.) Puan Maharani, membahas sejumlah agenda.
Salah satunya,
Penyampaian Pemerintah terhadap Kerangka Ekonomi Makro (KEM) dan
Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (PPKF) Rancangan APBN 2021, yang dibacakan
langsung oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
“Dalam Pasal 167 Peraturan DPR RI Nomor 1
tentang Tata Tertib, disebutkan bahwa pemerintah menyampaikan
pembicaraan pokok pendahuluan Rancangan APBN tahun anggaran berikutnya
(2021), kebijakan umum dan prioritas anggaran, agar dapat dijadikan
acuan bagi setiap kementerian dan lembaga dalam menyusun usulan anggaran
dan unit organisasinya,” kata Puan di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta,
Selasa (12/5/2020).
Dalam pidatonya, Menteri Keuangan Sri
Mulyani menyampaikan bahwa KEM dan PPKF ini akan digunakan sebagai bahan
pembicaraan pendahuluan dalam penyusunan RAPBN 2021, yang disusun
dengan mengacu kepada arah pembangunan dan tertuang dalam RPJMN
2020-2024, sebagaimana telah ditetapkan melalui Perpres No. 18 Tahun
2020 tanggal 20 Januari 2020.
“Namun dengan terjadinya pandemi global
Covid-19, sejak awal tahun 2020, menyebabkan tumbuhnya penyesuaian
fundamental dalam pengelolaan perekonomian nasional yang berdampak pada
keuangan negara. KEM-PPKF 2021 disusun di tengah Covid-19 yang
mencerminkan sebagai ketidakpastian tinggi atas sebaran Covid-19 secara
global, yang sampai saat ini masih belum dapat dipastikan kapan dan
bagaimana akan dapat diatasi,” ungkapnya.
Dampak Covid-19 terhadap ekonomi terlihat
nyata melalui berbagai indikator, Menkeu mengatakan pada awal 2020 IMF
masih optimis proyeksi pertumbuhan ekonomi global akan tumbuh pada 3,3
persen. Namun, April 2020 proyeksi dikoreksi secara tajam menjadi -3,0
persen akibat dampak virus corona. Ini artinya, ekonomi dunia mengalami
kontraksi sebesar 6 persen dan potensi output yang hilang dari perekonomian global setara dengan satu perekonomian di negara seperti Jepang.
“Pada Kuartal I 2020, berbagai negara
telah mengalami pertumbuhan negatif. Tiongkok mengalami kontraksi minus
6,8 persen, Perancis minus 5,4 persen, Singapura 2,2 persen, dan
Indonesia meskipun masih tumbuh positif padal level 2,97 persen, namun
ini merupakan koreksi yang cukup tajam. Dampak dari resesi global dan
banyaknya masyarakat yang tidak bisa bekerja dan terancam kehilangan
sumber pendapatannya, jika tidak segera diatasi kondisi ini dapat
mengganggu stabilitas sistem keuangan negara,” tegasnya.
Meski demikian, Menkeu mengimbau kepada
seluruh pihak untuk tidak patah semangat dan kehilangan orientasi.
Krisis Covid-19 harus dapat dimanfaatkan untuk melakukan reformasi di
berbagai bidang, seperti pemulihan di bidang kesehatan, sosial dan
ekonomi harus dimulai dengan bersama-sama menangani pandemi. Hal ini
diproyeksikan akan berlangsung hingga tahun 2021, sehingga KEM-PPKF akan
berfokus pada upaya-upaya pemulihan ekonomi sekaligus upaya reformasi
fundamental RPJMN.
“Pemerintah mengusulkan besaran indikator
ekonomi Makro yang digunakan sebagai dasar penyusunan RUU RAPBN 2020
adalah sebagai berikut; Pertumbuhan Ekonomi 4,5-5,5 persen, Inflasi
2,0-4,0 persen, Tingkat Suku Bunga SBSU Tahun antara 6,67 hingga 9,56
persen, Nilai Tukar Rupiah antara Rp14.900-Rp15.300 per dollar AS, Harga
Minyak Mentah Indonesia antara 40-50 dollar AS per barrel, Lifting
Minyak antara 677-737 ribu barrel per hari, dan Lifting Gas Bumi antara
1.085-1.173 ribu barrel setara minyak per hari,” papar Sri Mulyani.
Terakhir, Menkeu memproyeksikan belanja
pada tahun 2021 berada pada kisaran 13,11 hingga 15,17 persen terhadap
PDB. Kebijakan perpajakan tahun mendatang, juga akan diarahkan antara
lain kepada pemberian insentif tepat sasaran, relaksasi untuk pemulihan
ekonomi nasional, dan optimalisasi penerimaan dengan perluasan basis
pajak, serta peningkatan pelayanan dengan ekstensifikasi barang kena
cukai.
“Dengan masih berjalannya pemulihan
ekonomi tersebut, maka Rasio Perpajakan 2021 diperkirakan berkisar 8,25
hingga 8,6 persen terhadap PDB. Kemudian, Rasio PNBP diperkirakan
berkisar 1,6 hingga 2,3 persen terhadap PDB. Kebijakan Makro Fiskal 2021
dirumuskan sebagai kebijakan fiskal ekspansif konsolidatif, dengan
defisit pada kisaran 3,21 hingga 4,17 persen dari PDB, serta rasio
hutang diperkirakan pada kisaran 36,67 hingga 37,97 persen PDB, yang
mengacu pada Perppu 1/2020,” pungkas Sri Mulyani.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar