JAKARTA, KABARPARLEMEN.COM- Pengawasannya yang selama ini dinilai
lemah, peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diserukan agar dikembalikan
saja ke Bank Indonesia (BI). Perannya tak jelas ketika Komite Stabilitas
Sistem Keuangan (KSSK) ingin membawa perbankan plat merah jadi
penyangga likuiditas untuk menghadapi pandemi virus Corona (Covid-19).
Hal ini disampaikan Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan dalam rilisnya yang diterima Kabarparlemen.com. Perbankan plat merah yang tergabung dalam Himpunan
Bank Milik Negara (Himbara) adalah objek kebijakan. Ia tak boleh masuk
ke dalam ranah regulator KSSK. Ini yang dikritik keras oleh Heri.
"Jika terjadi, perbankan Himbara diseret
masuk ke dalam ranah regulator KSSK khususnya terkait perbankan, ini
memberikan indikasi tidak bekerjanya fungsi pengawasan, pengaturan, dan
perlindungan yang dilakukan OJK. Nampaknya bisikan OJK terlalu manis ke
Presiden, sehingga tidak berlebihan kalau fungsi OJK dilebur kembali ke
Bank Indonesia," tutur politisi Partai Gerindra ini.
Sebelumnya Heri mengungkapkan, BI juga berencana memangkas Giro Wajib Minimum (GWM) kepada bank-bank yang melakukan Repurchase Agreement
(Repo). Adapun Repo tersebut dilakukan bank untuk relaksasi kredit
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di tengah pandemi Covid-19. BI
telah menurunkan GWM rupiah sebesar 50 bps pada Januari, 50 bps pada
April, dan 200 bps pada Mei. Dengan demikian, saat ini GWM rupiah
menjadi 3,50 persen dari himpunan dana bank.
Selama 2020, lanjut Heri, BI telah
melakukan pelonggaran kuantitatif senilai Rp 155 triliun melalui
penurunan kewajiban GWM guna memperkuat manajemen likuiditas perbankan
dan ikut menaikkan rasio penyangga likuiditas makroprudensial (PLM).
"Kenaikan PLM itu wajib dipenuhi melalui pembelian SUN atau SBSN yang
akan diterbitkan oleh pemerintah di pasar perdana," ungkapnya.
Langkah itu, nilai legislator dapil Jawa
Barat IV ini baik, tetapi yang jadi pertanyaan, uangnya hanya numpang
lewat, karena beberapa perbankan diperkirakan masih kesulitan likuiditas
dan sudah tidak memiliki secondary reserve dalam bentuk SBN lagi. “Sehingga enggak nyambung antara kebijakan dan regulasi,” imbuh Heri.
Dikatakannya, jika perbankan Himbara tetap
dipaksakan dan harus menjadi bank penyangga likuiditas bank sistemik,
setidaknya harus ada aturan dan peraturan yang jelas, di antaranya
adalah sumber pendanaan harus dari penempatan pemerintah (bukan dari DPK
bank Himbara). Lalu, porsi penempatan dana ke Himbara harus lebih besar
dibanding ke swasta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar