JAKARTA, KABARPARLEMEN.COM- Peraturan Menteri Kesehatan
(Permenkes) Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial
Berskala Besar (PSBB) dinilai tidak efektif, bahkan tidak progresif
dalam memutus rantai virus Corona (Covid-19). Permenkes tersebut hanya
menambah birokratis penanganan wabah Corona.
Demikian disampaikan Anggota Komisi IX DPR
RI Saleh Partaonan Daulay dalam keterangan persnya, Minggu (5/4/2020).
"Setelah membaca semua pasal-pasalnya, saya berkesimpulan bahwa
Permenkes ini tidak efektif dalam mengatur kerja-kerja besar perang
melawan Corona. Ketentuan yang ada di dalamnya tidak begitu jauh berbeda
dengan apa yang ada di peraturan pemerintahnya. Yang baru hanya
mendetailkan prosedur pengajuan PSBB oleh kepala daerah."
Politisi PAN ini tak melihat ada regulasi
progresif untuk menunjang tugas-tugas penanggulangan virus Corona.
"Sepintas, prosedur biroraktif seperti itu sangat baik. Tetapi karena
panjangnya alur birokrasi, dikhawatirkan akan memperlambat tugas dalam
penanganan Covid-19. Sementara, sebagaimana kita ketahui bersama,
penyebaran virus ini sangat cepat. Tidak menunggu proses birokrasi dan
hasil-hasil kajian seperti yang diurai dalam Permenkes itu," ungkap
Saleh yang juga Wakil Ketua MKD DPR RI ini.
Dia juga mengkritik tata cara penetapan
PSBB pada bagian ketiga Permenkes yang harus melalui tahapan yang
panjang. Dalam penetapan itu, Menteri harus membentuk tim melakukan
kajian epidemologis, kajian terhadap aspek politik, ekonomi, sosial,
budaya, agama, pertahanan, dan keamanan. Pelaksanaan kajian itu juga
harus berkoordinasi dengan gugus tugas percepatan penanganan Covid-19.
Belum selesai di situ, sambung legislator
Sumut II itu, kajian ditugaskan untuk memberikan rekomendasi kepada
Menteri. Saleh mempertanyakan kurva epidemologi dalam Permenkes itu. Apa
kurva itu sekarang sudah ada? Seperti apa kurva tersebut? Siapa yang
berhak membuatnya? Begitu juga dengan peta penyebarannya. Seperti apa
peta penyebaran yang dimaksud? Sejauh ini pemerintah belum pernah
merilis secara resmi peta penyebaran. Yang ada hanya penambahan jumlah
yang positif dan meninggal saja.
"Kalau di pusat saja hal itu sulit
dikerjakan, saya khawatir, ini malah akan menyulitkan dalam proses
penerapan PSBB di daerah. Di samping itu, penetapan PSBB atas usulan
kepala daerah dinilai terkendala dengan data dan kriteria yang cukup
banyak. Pada pasal 4, misalnya, disebutkan bahwa permohonan PSBB oleh
kepala daerah harus menyertakan data peningkatan jumlah kasus disertai
kurva epidemologi, data peta penyebaran menurut waktu, dan data
penyelidikan epidomologi yang menyebutkan telah terjadi penularan
generasi kedua dan ketiga," urai Wakil Ketua Fraksi PAN DPR RI ini.
Menurutnya, prosedur penetapan PSBB jauh
lebih mudah jika diajukan oleh Gugus Tugas. Tidak seperti kepala daerah,
pengajuan oleh Gugus Tugas tidak perlu menyampaikan informasi mengenai
kesiapan daerah tentang aspek ketersediaan kebutuhan hidup dasar rakyat,
sarana dan prasarana kesehatan, anggaran dan operasionalisasi jaring
pengaman sosial, serta keamanan.
Dalam Permenkes, itu semua menjadi tugas
dari kepala daerah. "Saya khawatir, peraturan pemerintah dan permenkes
PSBB ini hanya akan menjadi dokumen kearifan yang berada di tempat yang
tinggi tetapi tidak terimplementasi di bumi," tutupnya.(mh/es)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar