“Dengan kondisi saat ini, langkah (amnesti-red) Presiden Jokowi itu akan lebih efektif daripada harus menunggu proses hukum dan belum ada verifikasi tindak pidana umum yang dilakukan,” tegas Tjatur dalam diskusi ‘Amnesti untuk Din Minimi’ bersama anggota Komisi I DPR RI dari FPPP Syaifullah Tamliha, pengamat politik Kusnanto Anggoro dan pengamat hukum Andri W Kusuma di Gedung DPR RI Jakarta, Rabu (13/1).
Ditambahkan Tjatur, pemberian Amnesti tidak ada yang tersakiti, karena tujuan amnesti berdasarkan asas keadilan, manfaat, efektif dan efisien. “Mereka bisa kembali hidup normal di tengah masyarakat dan pemerintah bisa menjalankan tugas untuk mensejahterakan rakyat, “ katanya.
Hal senada dikatakan Tamliha. Dia berpendapat pemberian amnesti itu dijamin UUD 1945. Hanya saja jangan sampai terulang kasus Papua, ketika Presiden Jokowi memberikan Ambesti tanpa meminta pertimbangan DPR RI, sehingga tidak memenuhi prosedur amnesti itu sendiri. “Untuk kasus Din Minimi pun Presiden Jokowi belum menyampaikan surat atau Keppres ke DPR RI,” ujarnya.
Din Minimi itu kata Tamliha, terdiri dari 40 orang dan pendukungnya 75 orang, lebih pada persoalan ekonomi karena banyak janda yang ditinggal suaminya dan yaitim piatu akibat konflik dengan GAM.
Sementara Kusnanto mengingatkan pemerintah perlu hati-hati memberikan amnesti tersebut. Pemberian Amnesti itu tidak akan menyelesaikan masalah di Aceh, kalau tanpa dibarengi penyelesaian konflik itu sendiri secara persuasif.
“Sewaktu-waktu gerakan itu bisa muncul kembali.”Penanganan Aceh selama ini juga belum ada yang tuntas, meski sudah ada perjanjian Helshinki,” katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar